Rabu, 12 Februari 2020

SELF REFLECTION


MENGENALI FASE KEPEMIMPINAN
(ALEGORI JONATHAN LIVINGSTONE SEAGULL)

 
                                 https://www.qureta.com/post/burung-camar-yang-bebas


Berawal dari kisah seekor burung camar yang terbiasa hidup berkelompok dengan siklus hidup yang standar terbang mencari makan hingga suatu waktu mereka akan tumbuh dewasa dan beranak pinak kemudian mati. Jonathan adalah bagian dari kelompok tersebut yang terlahir dengan potensi dan rasa ingin belajar yang lebih besar dari burung camar lainnya, ia mencoba evaluasi diri mengenai perbedaan dirinya dan ia mencoba melampaui batasan tersebut meski mendapatkan banyak pertentangan dari koloninya. Keinginan untuk terus berkembang tumbuh menjadi kuat, ia ingin menjadi sosok yang lebih handal dalam bermanuver saat terbang dan hal ini cukup mencolok bagi kelompoknya. Ia mengalami sebuah penolakan yang besar dari kelompok dan keluarga tentunya, hingga pada akhirnya jonathan terluka saat tebang dan kemudian iapun terusir dari kelompoknya. Pada saat keterpurukan ia kemudian merasa sepi dan terasing, namun ia kemudian mencoba menguji batasan dirinya meski sedang terluka, terus menerus ia mencoba dan akhirnya ia bisa kembali terbang, di saat itulah kemudian ia bertemu dengan kelompok yang baru, kelompok yang ia rasa sangat sesuai dengan kebutuhannya, ia belajar dan terus belajar. Hingga berada pada titik tertentu ia kemudian merasa sudah cukup mampu dalam segala jenis terbang dan ia mendapatkan sebuah tantangan baru yaitu mengajarkan orang lain apa yang telah ia pelajari utamnya orang-orang yang ada di kampong halamannya. Tidak cukup sampai disitu, sebelum mengajarkan kepada orang lain lagi-lagi jonathan mendapatkan penolakan, hingga akhirnya ia diam-diam mengajarkan kepada beberapa ekor burung camar lainnya, hingga pada suatu musim dingin yang parah sehingga kelompoknya mengalami krisis pangan karena sulitnya mengambil ikan dilautan sehingga kesempatan ini menjadi momentum yang tepat bagi jonathan untuk memperkenalkan pengetahuan terbangnya dan akhirnya berhasil membantu kelompoknya melewati krisis tersebut.



Dari gambaran cerita di atas kita dapat melihat bahwa jonathan adalah sosok pemimpin yang terlahir dengan bakat kepemimpinannya dan menjadi tangguh melalui berbagai halangan dan rintangan. Dari setiap alur cerita ini tentu kita merefleksikannya dalam kondisi realitas kita, atau sesorang yang kita kenal. Dalam perjalanan jonathan sangat jelas ada misi individu yang ia bawa, hal ini mengingatkan saya akan MIMPI, sejak kecil kita diajarkan untuk bermimpi meski cara menggapainya tidak pernah diajarkan kepada kita,  namun kita mencoba mencari mekanisme yang pas agar mimpi tersebut kemudian bisa terwujud. Namun untuk menguji kepemimpinan kita, tentu tidak cukup sampai disitu saja Ferguso… akan ada penolakan-penolakan yang muncul entah dari diri sendiri, keluarga bahkan lingkungan social kita. Bukankah Allah S.W.T. Bersabda bahwa “Aku tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum ia mengubah dirnya sendiri”, untuk berada pada fase berubah tentu kita akan melewati jalan-jalan tersunyi dan paling kering diantara jalan-jalan lainnya tentu anda harus berubah dulu sebelum lingkungan itu dapat berubah. 

Perjalanan Jonathan tentu perjalanan yang sangat berliku, sadar atau tidak fase yang ia lewati merupakan takdir yang sudah seharusnya ia lewati sebelum menyelamatkan kelompoknya. Bukan suatu kebetulan, perjalanan jonathan jelas menjadi representase dari perjalanan seorang pemimpin dengan siklus cinta terhadap diri sendiri kemudian cinta terhadap orang lain, membelajarkan diri sebelum membelajarkan orang lain. Pada fase Jonathan terbuang saya sempat merefleksikan diri, beberapa kejadian di masa lampau mengingatkan saya bahwa saya pernah terbuang dari kelompok, saat di kampus misalnya dimana kantin menjadi tempat ternyaman bagi sebagian besar orang termasuk teman kelas saya untuk sekedar bertutur sapa, diskusi bahkan gibah. Di saat itu pula saya merasa Sekretlah tempat ternyaman saya dengan segala hiruk pikuk prokernya. Sudah naluri mungkin, untuk sekedar tetap bertahan hidup kita butuh kelompok, saat di kelompok yang satu kita mendapatkan penolakan mungkin saja tidak di kelompok lainnya. 

Sejatinya hidup kita ini adalah ujian dimana kita perlu melewati setiap fasenya dengan sadar akan segala kekurangan, kelebihan dan peluang. Kemudian fase selanjutnya adalah sabar, bahwa tidak ada jalan yang mudah untuk ditaklukkan, setiap fase memiliki level tantangannya sendiri. Dan fase terakhir adalah bersyukur, fase yang sudah kita jalani tadi dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga terlepas bagaimana hasilnya adalah fase yang akan mengantarkan kita menjadi pribadi yang lebih baik tentunya meski harus terluka, sakit dan kesepian. Pada fase ini masalah masih akan berlanjut, saat diri sudah dapat di taklukkan maka tugas akhirnya adalah “Sebaik-baik manusia adalah ia yang bermanfaat untuk orang lain”, fase ini adalah fase menaklukkan orang lain. Pada fase ini sosok kepemimpinan kita akan di uji oleh lingkungan kita, sebab kapabilitas harus ditunjukkan melalui action.

Pada fase ini saya sedikit merefleksikan diri, sempat kepikiran di usia saya yang sudah segini saat perempuan lainnya sudah sibuk dengan urusan rumah tangga atau professional kerja, saya justru melibatkan diri di komunitas bahkan membetuk komunitas. Pertanyaan masih berlanjut, apa saya fasenya terlambat dan sebagainya. Satu hal yang saya bisa pastikan pada fase ini adalah Kebahagiaan., saya bertemu dengan orang-orang yang bervisi masyarakat bukan bervisi individu, saya bertemu dengan orang-orang yang memikirkan masa depan orang lain di atas masa depan sendiri, saya bertemu dengan orang yang mampu melihat orang lain utuh sebagai manusia. Siklus kepemimpinan Jonthan jelas masih jauh dari siklus kepemimpinan yang akan saya lewati tentunya, minimal posisi saya dalam fase penyempurnaan kepemimpinan sudah tertebak sejak saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar