OUTDOOR TRAINING GURDIAN OF PEACE
You can’t
buy a memory but you made it!!
Dalam program
guardian of Peace salah satu tahapan yang perlu dilalui adalah program
outdoor training dimana para seagull tak bersayap ini kemudiandibekali ilmu
oleh guru Ciang agar bisa menemukan cara
untuk tetap survive menuju titik tertinggi hidup yaitu Kesempurnaan Cinta. Untuk membekali para seagull tak bersayap ini, mereka
membutuhkan tim yang mampu untuk saling mendorong dan bekerjasama dalam
menciptakan perdamaian, karena tugas kita adalah menumbuhkan, menebarkan dan
menjaga perdamaian.
Refleksi 1
Pertanyaan dimulai dengan ceritakan 3
pengalaman paling bahagia dalam hidupmu?, sejatinya ketika kita mulai
ditanyakan dengan pertanyaan seputar diri sendiri akan sangat sulit untuk
mengurai satu persatu kebahagiaan itu, entah karena kita selalu menjadi pribadi
yang bersyukur atau justru sebaliknya kita sudah lupa kapan kita bahagia, dan
hal yang paling menyedihkan adalah ketika kita sadar jika selama ini kita hanya
lupa bahwa sedang berpura-pura bahagia. Menceritakan orang lain ternyata jauh
lebih mudah bagiku ketimbang menceritakan diri sendiri, artinya saya harus
mencoba memberikan penilaian akhir pada setiap kejadian yang masih membekas di
ingatan. Dari moment ini, saya merefleksikan bahwa hal yang paling
membahagiakan adalah ketika saya dilahirkan, ketika saya sadar saya berhasil
menjadi zigot terpilih untuk kemudian bisa menjadi janin, dan ini adalah
kemenangan pertama yang saya dapatkan. Dari sini saya belajar bahwa, kebahagiaan
itu bisa didapatkan melalui banyak hal, pertama karena berhasil melewati titik
terendah dalam hidup dan kemudian bangkit hingga kita mampu menertawakan
masa-masa sulit itu, yang kedua adalah pengalaman pertama yang selalu berhasil
membekas dalam ingatan, pengalaman pertama naik pesawat misalanya, ada juga
yang menemukan kebahagiaan di suatu “Kebetulan”, kebetulan membaca jokes,
kebetulan mendengar lelucon orang di saat kita sedang sedih. Pada dasarnya
kebahagiaan adalah serangkaian kebetulan yang harus kita syukuri dan sadari
bahwa Allah tidak pernah salah dalam menempatkan suatu kejadian.
Refleksi 2
River of Life, ini adalah pengalaman pertama
dimana saya kemudian mencoba menggali lagi ingatan secara spesifik, mengenang kembali
bagaimana saya terlahir dan bertumbuh. Mengurai kembali masa-masa sejak kecil
yang ternyata beberapa di antaranya telah berhasil kita kubur, hingga muncul
kata “oh, iya yah saya pernah begini dan
begitu”. Lagi-lagi saat dulu kita memilih menutup rapat semua kenangan masa
kecil kita, di saat itu tantangan baru muncul untuk mencoba lebih terbuka
dengan orang lain. Saya ingat kata seorang teman, ia mengatakan “bahkan keluarga saya sendiri tidak taupi
begini perasaanku dan ingatanku sama itu kejadian”, tapi sesi ini berhasil
menguak sedikit demi sedikit masa lalu itu, saat itu saya sadar bahwa belum ada
satupun orang terdekat saya yang pernah menanyakan bagaimana saya dibesarkan
selama ini. Sesi ini menyadarkan saya bahwa, selama ini kita terlalu sibuk
dengan urusan diri sendiri hingga kita lupa ada orang lain yang perlu untuk di
dengarkan dan ada orang lain yang perlu untuk di kuatkan.
Refleksi 3
Sosiogram, dalam konseling sosiogram cukup
dikenal utamanya untuk mengukur kedekatan siswa yang satu dengan siswa yang
lainnya, tapi sosiogram kali ini sangat spesial sebab kita harus mampu mengukur
seberapa dekat, jauh, baik dan buruknya hubungan kita dengan sesorang yang
cukup mempengaruhi kehidupan kita. Lagi-lagi tugas kita adalah menilai mereka
seberapa besar atau berjarakkah kita dengan mereka. Tanpa sadar sesi ini akan
mengingatkan kita pada beberapa kejadian baik atau buruk yang pada akhirnya mengantarkan kita pada
kesimpulan hubungan emosional yang kita bangun sudah sejauh mana. Sesi ini
kembali menyadarkan saya bahwa ada saat dimana keluarga kita terasa asing dan
saat orang asing terasa seperti keluarga buat kita. Selain itu saya juga
menyadari bahwa adakalanya disaat kita merasa ditinggal oleh orang terdekat
saat itu juga ada orang baru yang mendekat, hidup itu silih berganti ada yang
datang kemudian ada yang pergi. Seperti itu seterusnya hingg pada akhirnya kita
yang harus pergi.
Refleksi 4
Train of life, pada sesi ini kita menuju ke
air terjun yang berada di kaki bukit malino, untuk menuju kesana lumayan sulit
juga karena akses jalan yang licin dan melewati jalanan yang cukup sempit di
sela-sela aliran irigasi, sesi refleksi dimulai saat lilin kecil yang kita
bawah tadi tetap menyala hingga mampu menyalakan lilin yang lebih besar. Untuk
membawa lilin ternyata tidak sederhana, sebaba ada banyak peluang terbakar,
lilinya habis atau bahkan diterjang angin. Saya mengasosiasikan kegiatan ini
sebagai bentuk kerjasama dan menyadari batasan kemampua, tau batasan diri dan
tau kapan teman kita membutuhkan bantuan kita. Dengan berbagai latar belakang
tentu ada beragam maslah juga, ada yang baru pertama kali melewati jalanan yang
terjal dan licin ada juga yang tremornya muncul karena phobia terhadap air, ada
yang khawatir bakalan hanyut dan tenggelam saat melewati sungai.
Nyatanya semua
berhasil melewati sungai tersebut sebab satu genggaman saja cukup untuk
menguatkan hati bahwa pasti jembatan ini bisa dilalui. Setelah semuanya
berkumpul sesi refleksi dimulai dengan pertanyaan yang sangat sederhana yaitu
kepada siapa kalian ingin meminta maaf dan siapa orang yang paling ingin kalian
maafkan?. Lagi-lagi ingatan kembali harus dikorek untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Singkatnya kita hanyalah sekumpulan orang dengan berbagai luka yang
juga belum sembuh secara sempurna, dan bertekad untuk menyembuhkan orang lain.
Memaafkan ia yang telah menyisakan lubang nyeri di hati dan meminta maaf kepada
ia yang telah berhasil membuat kita menjadi pribadi yang tangguh dari luka-luka
yang ditorehkannya sebab kita lupa bahwa yang membuat kita menjadi tangguh
adalah ia yang berhasil membuat kita jatuh sejatuh-jatuhnya dan kita lupa
berterima kasih kepadanya, sebab ia telah mengajarkan kita bahwa tidak ada
hidup yang lebih mudah,dan kita lupa bahwa hidup ini adalah rentetan ujian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar