Minggu, 14 Juni 2020

FAMILY, COMMUNITY AND SOCIAL RESILIENCE


FAMILY, COMMUNITY AND SOCIAL RESILIENCE

Dalam setiap tahapan perkembangan diri menuju pribadi yang lebih baik, tentu aka nada banyak pertenttangan yang dihadapi. Pertentangan yang paling pertama adalah pertentangan pada diri sendiri, kemudian akan berkembang merambah ranah keluarga kemudian ke lingkungan social. Demikianlah tahapan perkembangan masalah yang pelan-pelan akan melahirkan engalaman baru yang kemudian bermetamorfisis dalam wujud sikap pirbadi yang lebih matang tentunya. Adversity ini family?, ertanyaan mendasar, aakah pertentangan dalam keluarga yang pernah kamu alami atau bahkan masih bergelut pada ranah ini? Yup, keluarga akan memenculkan pertentangan pada setiap keputusan kita sebagai bentuk intervensi ke-Dewasa-an orang-orang yang merasa lebih dewasa meski kadang lupa aspek kebijaksanaan jauh lebih penting dari kata dewasa yang di ukur dari batasan usia. Salah satu pertentangan yang saya alami berada di keluarga adalah keinginan saya untuk Mengikuti Indonesia Mengajar mungkin salah satunya. Sejak 2014 saya menyelesaikan studi dan berencana untuk mendaftarkan diri, sounding ke orang tua, malah dapat penolakan. Kurang lebih apa yang di sampaikan ibu banyak benarnya seputar bagaimana saya bisa hidup sendiri di lingkungan baru, bagaimana saya bisa tetap berkomunikasi dengan orang tua, kalau saya sakit gimana ngurusinnya dan masih banyak lagi, sempat terfikirkan, lha.. selama ini saya di Makassar juga sendiri kok, apa bedanya dengan berada di daerah yang kilometernya agak lebih besar angkanya, dengan tenang dijawabnya setidaknya saya tau kamu di mana dan saya bisa menyusukmu jika kamu membutuhkan saya. Wah…. Jawaban yang tidak mungkin saya bantah lagi. Saat itu juga saya sedang mengikuti program Sail Raja Ampat, pikirku ini sudah cukup untuk memuaskan rasa penasarnku dengan IM. Singkatnya saya tidak lagi terfikirkan untuk mengikuti program pengabdian, hingga suatu saat saya bertemu dengan Pengajar Muda dan kemudian keinginan itu kembali tumbuh dan sayapun menemukan strategi yang berbedda dari sebelmunya, jika sebelumnya izin dlu baru daftar sekarang kebalik, lolos dulu baru izin, dan tekhnik ini berhasil, ibu Cuma bilang, coba yah dulu saya izinkan sekarang kamu sudah pulang tentunya. Tentu jawaban ini bukanlah jawaban restu namun setidaknya pertentangannya sudah sedikit mereda. Disini saya belajar bahwa, masalah itu mekanismenya adalah di pelajari kemudian diselesaikan.


Apakah masalah di atas selesai? Tentu tidak, masalahnya akan berkembang dan merambah pada sudut yang berbeda lagi, sebab masalah itu tidak pernah betul-betul selesai, mereka akan menyisakan jejak baru yang akan menuntut kita belajar untuk menemukan jalan keluarnya, inilah gambaran resiliensi manusia. Dimana masalah akan ditangani untuk mendatangkan masalah baru, dan kita harus siap untuk itu. Sejatinya kita tidak pernah baik-baik saja menghadapi masalah namun kita tentu harus tetap baik-baik saja dalam menghadapinya. Dari sini saya cukup belajar bahwa, menjadi kuat membutuhkan kerjasama dengan keluarga, merencanakan masa depan dengan melibatkan keluarga dan kesamaan visi dan misi didalamnya. Mungkin ini terdengar sulit, apalagi jika sejak awal kita dan kelurga tidak punya konsep pemahaman yang matang dalam membangun rumah tangga, namun setidaknya semuanya erlu dimulai dari sakarang, mengenalkan kepada mereka konsep kesatuan. Contoh paling mendasar adalah, perbedaan pemahaman dalam mengasuh anak antara ibu dan bapaknya, atau ibu dan neneknya. Tentu pertentangan ini membutuhkan kerjasama keluarga untuk meuwujudkan tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan kaidah-kaidah perkembangannya.

Ada 4 catatan penting mengapa hal ini menjadi sangat penting untuk dibangun yaitu:
  1. Membership and family information (provides sense of belonging)
  2. Economic support (provides basic needs of food, shelter, clothes and other resource to enhance human development)
  3. Nurturance, education and socialization (provides physical, psychological and spiritual development
  4. Protection of vulnerable members (provides protective care and support for young and vulnerable members)  

Setelah memahami pentingnya “Plans as Unite”, masalah bisa berkembang pada ranah social, understanding community and resilience menjadi pembahasan selanjutnya yang dikemas dengan konsep memahami perkembangan masalah berupa bencana alam, perang dan reaksi penduduk dalam menyikapi berbagai fenomena dan kejadian yang menimpa masyarakat. Tingkatan permasalahan bisa berkembang seperti masalah pribadi menjadi masalah keluarga, kemudian menjadi masalah lingkugan dan daerah, tahapan tertinggi bisa berupa ketahanan nasional. Konsep ini berkembang dengan adanya rasa identitas kolektif yang terbentuk karena adanya kesamaan pengalaman pada sebuah kejadian atau beberapa yang menguatkan identitas.

Kemudian Social Resilience menjadi salah satu konsep ketahanan yang perlu dipelajari untuk menciptakan lingkungan social yang kuat dan positif. 


“ Capacity to foster, engage in, and sustain positive relationships and to endure and recover from life stressors and social isolations”.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar