FAMILY, COMMUNITY AND SOCIAL RESILIENCE
Dalam setiap tahapan perkembangan
diri menuju pribadi yang lebih baik, tentu aka nada banyak pertenttangan yang
dihadapi. Pertentangan yang paling pertama adalah pertentangan pada diri
sendiri, kemudian akan berkembang merambah ranah keluarga kemudian ke
lingkungan social. Demikianlah tahapan perkembangan masalah yang pelan-pelan
akan melahirkan engalaman baru yang kemudian bermetamorfisis dalam wujud sikap
pirbadi yang lebih matang tentunya. Adversity ini family?, ertanyaan mendasar,
aakah pertentangan dalam keluarga yang pernah kamu alami atau bahkan masih
bergelut pada ranah ini? Yup, keluarga akan memenculkan pertentangan pada
setiap keputusan kita sebagai bentuk intervensi ke-Dewasa-an orang-orang yang merasa
lebih dewasa meski kadang lupa aspek kebijaksanaan jauh lebih penting dari kata
dewasa yang di ukur dari batasan usia. Salah satu pertentangan yang saya alami
berada di keluarga adalah keinginan saya untuk Mengikuti Indonesia Mengajar
mungkin salah satunya. Sejak 2014 saya menyelesaikan studi dan berencana untuk
mendaftarkan diri, sounding ke orang tua, malah dapat penolakan. Kurang lebih
apa yang di sampaikan ibu banyak benarnya seputar bagaimana saya bisa hidup
sendiri di lingkungan baru, bagaimana saya bisa tetap berkomunikasi dengan
orang tua, kalau saya sakit gimana ngurusinnya dan masih banyak lagi, sempat
terfikirkan, lha.. selama ini saya di Makassar juga sendiri kok, apa bedanya
dengan berada di daerah yang kilometernya agak lebih besar angkanya, dengan
tenang dijawabnya setidaknya saya tau kamu di mana dan saya bisa menyusukmu
jika kamu membutuhkan saya. Wah…. Jawaban yang tidak mungkin saya bantah lagi.
Saat itu juga saya sedang mengikuti program Sail Raja Ampat, pikirku ini sudah
cukup untuk memuaskan rasa penasarnku dengan IM. Singkatnya saya tidak lagi
terfikirkan untuk mengikuti program pengabdian, hingga suatu saat saya bertemu
dengan Pengajar Muda dan kemudian keinginan itu kembali tumbuh dan sayapun
menemukan strategi yang berbedda dari sebelmunya, jika sebelumnya izin dlu baru
daftar sekarang kebalik, lolos dulu baru izin, dan tekhnik ini berhasil, ibu
Cuma bilang, coba yah dulu saya izinkan sekarang kamu sudah pulang tentunya.
Tentu jawaban ini bukanlah jawaban restu namun setidaknya pertentangannya sudah
sedikit mereda. Disini saya belajar bahwa, masalah itu mekanismenya adalah di
pelajari kemudian diselesaikan.
Apakah masalah di atas selesai?
Tentu tidak, masalahnya akan berkembang dan merambah pada sudut yang berbeda
lagi, sebab masalah itu tidak pernah betul-betul selesai, mereka akan
menyisakan jejak baru yang akan menuntut kita belajar untuk menemukan jalan
keluarnya, inilah gambaran resiliensi manusia. Dimana masalah akan ditangani
untuk mendatangkan masalah baru, dan kita harus siap untuk itu. Sejatinya kita
tidak pernah baik-baik saja menghadapi masalah namun kita tentu harus tetap
baik-baik saja dalam menghadapinya. Dari sini saya cukup belajar bahwa, menjadi
kuat membutuhkan kerjasama dengan keluarga, merencanakan masa depan dengan
melibatkan keluarga dan kesamaan visi dan misi didalamnya. Mungkin ini
terdengar sulit, apalagi jika sejak awal kita dan kelurga tidak punya konsep
pemahaman yang matang dalam membangun rumah tangga, namun setidaknya semuanya
erlu dimulai dari sakarang, mengenalkan kepada mereka konsep kesatuan. Contoh
paling mendasar adalah, perbedaan pemahaman dalam mengasuh anak antara ibu dan
bapaknya, atau ibu dan neneknya. Tentu pertentangan ini membutuhkan kerjasama
keluarga untuk meuwujudkan tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan
kaidah-kaidah perkembangannya.
Ada 4 catatan penting mengapa hal
ini menjadi sangat penting untuk dibangun yaitu:
- Membership and family information (provides sense of belonging)
- Economic support (provides basic needs of food, shelter, clothes and other resource to enhance human development)
- Nurturance, education and socialization (provides physical, psychological and spiritual development
- Protection of vulnerable members (provides protective care and support for young and vulnerable members)
Setelah
memahami pentingnya “Plans as Unite”, masalah bisa berkembang pada ranah
social, understanding community and resilience menjadi pembahasan selanjutnya
yang dikemas dengan konsep memahami perkembangan masalah berupa bencana alam,
perang dan reaksi penduduk dalam menyikapi berbagai fenomena dan kejadian yang
menimpa masyarakat. Tingkatan permasalahan bisa berkembang seperti masalah
pribadi menjadi masalah keluarga, kemudian menjadi masalah lingkugan dan
daerah, tahapan tertinggi bisa berupa ketahanan nasional. Konsep ini berkembang
dengan adanya rasa identitas kolektif yang terbentuk karena adanya kesamaan
pengalaman pada sebuah kejadian atau beberapa yang menguatkan identitas.
Kemudian Social
Resilience menjadi salah satu konsep ketahanan yang perlu dipelajari untuk
menciptakan lingkungan social yang kuat dan positif.
“
Capacity to foster, engage in, and sustain positive relationships and to endure
and recover from life stressors and social isolations”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar