STRUMA
DAN TRAUMA
http://www.google.co.id
Mendengar
kabar akan sakitmu waktu itu, cukup untuk membuatku kaget dan berusaha untuk
tidak goyah, sebab engkau terlalu mudah untuk goyah dengan segala kemungkinan
yang ada. Ditambah lagi duka yang masih belum terobati pasca sepeninggalnya
adikmu yang disebabkan tumor ganas. Yah, struma yang engkau derita sudah lama
bersemayam di tenggorokan dan sebulan yang lalu strumanya menjadi 2 dan
memenuhi dadamu bu, dengan potensi beracun.... jelas itu membuatmu kehilangan
semangat untuk beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan....
Hari
ditentukannya operasi telah tiba, sayapun segera kembali ke kampung halaman
untuk mendampingi dan memenuhi kebutuhanmu, sebab segala kesibukan dan
rutinitas yang tidak boleh terhambat karena
keberadaanmu di rumah sakit, jelas
saja sebab kesibukan ini yang akan membiayayai kebutuhan di rumah sakit. Kelima
ankmua memiliki tugas masing-masing yang tidak boleh terhambat karena kondisi ini sebab akan
berdampak fatal terhadap pemasukan keluarga... kita bukan berasal dari kalangan
yang punya penghasilan tetap dan bisa tetap berpenghasilan.
Memasuki
ruang operasi kutatap matamu yang mulai menutup sebab ku tau engkau sangat
takut akan keberlangsungan hidupmu dan sayapun ketakutan jikalau sesuatu
terjadi, kusapu wajahmu dan berusaha menenangkanmu dengan berbagai candaan dan
mengutarakan beberapa janji untuk tetap bersamamu bu...
Beberapa
saat namamupun disebut dengan sigap saya mengambil catatan rumah sakit untuk
segera meluncur ke apotek membeli obat-obatan yang akan digunakan pada operasi
nanti. 4 jam waktu yang telah engkau habiskan untuk menunggu kabar darimu di
ruangan yang menjadi tumpuan semua orang yang masuk agar anggota keluarganya
dapat terselamatkan. 4 jampun berlalau engkau keluar dalam keadaan tak sadarkan
diri, bercak darah memenuhi ranjangmu dan engkau masih saja pucat pasih,
genangan di sudut mata tak dapat dihentikan, hanya doa yang terus mengalun dari
bibirku hingga engkau di rujuk ke ruanga ICCU, disanapun engkau masih tetap
saja bisu, saat selimutmu diganti sontak rasa tubuh ini bergetar menatap 2
selang yang menempel dilehermu dengan mengeluarkan dara segar dengn cepatnya...
yah, uraian air mata tak terelakan.. kakak yang ada disampingku begitu tegar
menghadapi kondisimu bu, mereka yang menenangkanku saat berada tepadisamping
ranjangmu menatap tetesan kehidupanmu, memaknai irama jantungmu, dan melihat
segala sudut hidupmu yang begitu berarti untukku dan kakakku.
Menjelang
magrib engkau disadrkan oleh kumandang adzan dan dokterpun masih tetap berada
disekitarmu untuk mengontrol tekanan yang selalu menjadi sebuah problem
disepenjang masa tuamu. Sebuah batuk yang lagi-lagi membuatku menangis sebab
engkau sulit bernafas dan bantuan oksigen belum membantu banyak dan darah dari
leher masih tetap mengalir, tapi batuk itu menyadarkanmu dan mampu mendengarkan
suaraku. Panggilan keruang operasi turut menyempurnakan kegelusahan ini, yah
sampel operasi yang harus di kirim ke makassar untuk observasi lebih lanjut
untuk memstikan racun yang ada dapat dihilangkan.
Mata
ini tak dapat mengelak darimu, perut yang kosong telah penuh oleh harapan
kesembuhanmu, malam itu kebahagianku adalah jika engkau tersenyum, meminta
minum, mencuci badanmua dengan air hangat dan mengganti sarungmu yang telah basah
oleh urin... yah itulah kebahagianku malam itu... menatap matamu yang terlelap
sudah mewakili kantukku malam itu. Hari itu kusadari betapa tak bergunya diriku
yang hanya mampu memperhatikanmu seperti itu tanpa bisa berbuat apa-apa untuk
menggantikan rasa sakit yang kau tanggung, sakit itu ada demi memperjuangkan
kehidupanku, pendidikanku dan masa depanku.
Hari
demi hari engkau mulai menyambut kesembuhanmua, biasanya saya ingin sekali
cepat balik ke makassar namun untuk kali itu berat rasanya meninggalkanmu sebab
3 hari tak sedetikpun aku meninggalkan ranjangmu. Tapi hari itu engkau
menanyakan kepulanganku dan ku tau engkau tidak ingin kujadikan alasan untuk
tidak kembali ke makassar mengikuti kegiatan penalaran, tapi sungguh untuk hari
itu hanya keinginan merawatmu yang ada untuk berbagai obsesiku telah melebur
seiring dengan besarnya impianku mengembalikan kondisimu seperti semula. Ikrar janji
kakak meyakinkanku untk kembali ke makassar, janji untuk tidak sedetikpun
meninggalkan ibu sendiri, sebab selama 3 hari saya yang merawat ibu sepenuhnya.
Takut engkau lambat makan, lambat minum obat dan lembat mengganti pakai dan selimu.
Hidupku begitu berarati dengan kehadiranmu bu sebagai malaikatku yang menyertai
tiap langkah dan tiap mimpi ini....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar