Jumat, 12 Oktober 2012

struma dan trauma


STRUMA DAN TRAUMA
http://www.google.co.id

Mendengar kabar akan sakitmu waktu itu, cukup untuk membuatku kaget dan berusaha untuk tidak goyah, sebab engkau terlalu mudah untuk goyah dengan segala kemungkinan yang ada. Ditambah lagi duka yang masih belum terobati pasca sepeninggalnya adikmu yang disebabkan tumor ganas. Yah, struma yang engkau derita sudah lama bersemayam di tenggorokan dan sebulan yang lalu strumanya menjadi 2 dan memenuhi dadamu bu, dengan potensi beracun.... jelas itu membuatmu kehilangan semangat untuk beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan....

Hari ditentukannya operasi telah tiba, sayapun segera kembali ke kampung halaman untuk mendampingi dan memenuhi kebutuhanmu, sebab segala kesibukan dan rutinitas yang tidak boleh terhambat karena
keberadaanmu di rumah sakit, jelas saja sebab kesibukan ini yang akan membiayayai kebutuhan di rumah sakit. Kelima ankmua memiliki tugas masing-masing yang tidak boleh terhambat karena kondisi ini sebab akan berdampak fatal terhadap pemasukan keluarga... kita bukan berasal dari kalangan yang punya penghasilan tetap dan bisa tetap berpenghasilan.

Memasuki ruang operasi kutatap matamu yang mulai menutup sebab ku tau engkau sangat takut akan keberlangsungan hidupmu dan sayapun ketakutan jikalau sesuatu terjadi, kusapu wajahmu dan berusaha menenangkanmu dengan berbagai candaan dan mengutarakan beberapa janji untuk tetap bersamamu bu...
Beberapa saat namamupun disebut dengan sigap saya mengambil catatan rumah sakit untuk segera meluncur ke apotek membeli obat-obatan yang akan digunakan pada operasi nanti. 4 jam waktu yang telah engkau habiskan untuk menunggu kabar darimu di ruangan yang menjadi tumpuan semua orang yang masuk agar anggota keluarganya dapat terselamatkan. 4 jampun berlalau engkau keluar dalam keadaan tak sadarkan diri, bercak darah memenuhi ranjangmu dan engkau masih saja pucat pasih, genangan di sudut mata tak dapat dihentikan, hanya doa yang terus mengalun dari bibirku hingga engkau di rujuk ke ruanga ICCU, disanapun engkau masih tetap saja bisu, saat selimutmu diganti sontak rasa tubuh ini bergetar menatap 2 selang yang menempel dilehermu dengan mengeluarkan dara segar dengn cepatnya... yah, uraian air mata tak terelakan.. kakak yang ada disampingku begitu tegar menghadapi kondisimu bu, mereka yang menenangkanku saat berada tepadisamping ranjangmu menatap tetesan kehidupanmu, memaknai irama jantungmu, dan melihat segala sudut hidupmu yang begitu berarti untukku dan kakakku.

Menjelang magrib engkau disadrkan oleh kumandang adzan dan dokterpun masih tetap berada disekitarmu untuk mengontrol tekanan yang selalu menjadi sebuah problem disepenjang masa tuamu. Sebuah batuk yang lagi-lagi membuatku menangis sebab engkau sulit bernafas dan bantuan oksigen belum membantu banyak dan darah dari leher masih tetap mengalir, tapi batuk itu menyadarkanmu dan mampu mendengarkan suaraku. Panggilan keruang operasi turut menyempurnakan kegelusahan ini, yah sampel operasi yang harus di kirim ke makassar untuk observasi lebih lanjut untuk memstikan racun yang ada dapat dihilangkan.

Mata ini tak dapat mengelak darimu, perut yang kosong telah penuh oleh harapan kesembuhanmu, malam itu kebahagianku adalah jika engkau tersenyum, meminta minum, mencuci badanmua dengan air hangat dan mengganti sarungmu yang telah basah oleh urin... yah itulah kebahagianku malam itu... menatap matamu yang terlelap sudah mewakili kantukku malam itu. Hari itu kusadari betapa tak bergunya diriku yang hanya mampu memperhatikanmu seperti itu tanpa bisa berbuat apa-apa untuk menggantikan rasa sakit yang kau tanggung, sakit itu ada demi memperjuangkan kehidupanku, pendidikanku dan masa depanku.  

Hari demi hari engkau mulai menyambut kesembuhanmua, biasanya saya ingin sekali cepat balik ke makassar namun untuk kali itu berat rasanya meninggalkanmu sebab 3 hari tak sedetikpun aku meninggalkan ranjangmu. Tapi hari itu engkau menanyakan kepulanganku dan ku tau engkau tidak ingin kujadikan alasan untuk tidak kembali ke makassar mengikuti kegiatan penalaran, tapi sungguh untuk hari itu hanya keinginan merawatmu yang ada untuk berbagai obsesiku telah melebur seiring dengan besarnya impianku mengembalikan kondisimu seperti semula. Ikrar janji kakak meyakinkanku untk kembali ke makassar, janji untuk tidak sedetikpun meninggalkan ibu sendiri, sebab selama 3 hari saya yang merawat ibu sepenuhnya. Takut engkau lambat makan, lambat minum obat dan lembat mengganti pakai dan selimu. Hidupku begitu berarati dengan kehadiranmu bu sebagai malaikatku yang menyertai tiap langkah dan tiap mimpi ini....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar