Minggu, 29 Maret 2020

DO YOU KNOW YOUR DREAMS?


“YES, I KNOW MY DREAMS”

Materi ke 7 sesi 1 Peace Leadership Class untuk asupan jiwa dan kepala para Guardian Of Peace Kita Bhinneka Tunggal Ika, judul besarnya dalah DO YOU NOW YOUR DREAM?, pertanyaan yang mudah mungkin untuk dijawab saat kita masih SD namun seiring usia bertambah kita memilih untuk tidak lagi bermimpi, dengan anggapan bahwa saya ikhlas dengan semua takdir saya dan saya lelah untuk bermimpi. Nah, dalam proses ini ada tahapan yang kurang tepat kita lalui, dimana sebagian besar kita berfokus pada “Apa” dan lupa tentang “Kenapa” akhirnya berujung pada ketidak damaian kita dalam menjalani hidup. Kadang kita merasa tidak cocok dengan pekerjaan, jurusan saat kulah atau bahkan kita gagal memenuhi ekspektasi diri kita sendiri, misalnya merasa sudah cukup layak untuk S2 dengan beasiswa, namun dalam prosesnya kita gagal dan merasa lelah, hal inilah yang kemudian kita maknai sebagai konflik Tuhan dan manusia, saat tuhan berkehendak lain dan manusia terus berekspektasi. Mungkin saja tuhan hendak menguji kita dengan mendapatkan S2 dan beasiswa namun di kampus yang berbeda atau dengan beasiswa yang berbeda, atau mungkin saja yang kita butuhkan saat itu bukanlah S2 melainkan kerja dulu, atau masih banyak kemungkinan lainnya yang Allah sudah rencanakan untuk kita.
Pada fase ini bisa kita anggap sebagai salah satu bentuk kegagalan dalam mengidentifikasi tujuan hidup. Nah, tugas selanjutnya dalah bagaiman cara yang tepat dalam menemukan mimpi itu?. Mimpi yang kita bangun (bukan temukan) adalah yang berdasarkan pada kesadaran untuk bergerak menemukan misi hidup, temukan dulu misi hidup kita apa dan alasannya kenapa. Dalam proses ini kita sebaiknya memahami 2 persfektif dalam membangun mimpi yaitu “START WITH WHY” dan “JADI APA VS MELAKUKAN APA”.

Memulai membangun mimpi dengan menanyakan kepada diri sendiri tentang Big Why-nya kita, kenapa hal ini penting? Sebab kejahatan dalam duni profesi seperti “dekkeng” atau nepotisme bahkan urusan sogok dan korupsi di bangun dengan tujuan mewujudkan “apa dan lupa menemukan Kenapa”, contoh misalnya saya adalah seorang anak yang bercita-cita mau menjadi seorang polisi karena keren dan sebagainya, namun sayangnya saya punya cukup banyak kekurangan dari segi fisik akhirnya saat tes saya banyak gagalnya, saya mencoba berolahraga agar badan saya terlihat cukup bagus dan saya juga mencoba mencari relasi untuk bisa mendukung karir saya, akhirnya saya tes lagi da nada tawaran bayaran agar bisa dapat jaminan masuk, akhirnya saya akan mengambil semua cara itu agar saya masuk karena saya sangat ingin menjadi polisi biar dilihat keren dan beken oleh orang dikampung saya. Alhasil saya lolos, hari berlalu dikepala saya hanyalah jadi polisi yang semakin keren, akhirnya saya mencoba berbagai cara agar naik pangkat dan terus naik pangkat. “apakah yang saya lakukan sudah tepat?”, atau contoh lain, saya seorang anggota dewan, sibuk dengan dunia politik, saat mencalonkan saya kerap melakukan money politik, alhasil saat menjabat saya sibuk untuk mengembalikan modal yang sebelumnya sudah habis terpakai, setelah itu saya ingin terus melaju di pilkada, jadi bupati dan seterusnya. “Apakah yang saya lakukan salah?”
Peranyaan di atas silahkan dijawab sendiri ya… hehehewww…, penjelasannya nanti ya. Coba di cek Golden Circle berikut ini:


Dari desan berfikir diatas, sebagian besar kita tumbuh di lingkungan yang focus terhadap lingkaran terluar yaitu Jadi Apa-nya dulu kemudian kita mencoba membenarkan apanya kita dengan menemukan why dan menetukan how-nya. Pola pikir ini erat kaitannya dengan cerita di atas, jika konsep bermimpinya kita adalah focus terhadap jadi apa-nya bukan karena kenapa-nya. Akhirnya tidak sedikit diantara kita kemudian merasa lelah. Pola berfikir ini saya refleksikan sebagai dilematis terbesar saat berada pada fase Quarter Life, tuntutan bekerja, tuntutan lingkungan dan tunttan keluarga menjadi campur aduk di usia ini, saya menghadapi crisis berkepanjangan, evaluasi diri berkali-kali dan saya berada pada kesimpulan saya lelah bermimpi.
Berikut ini, kak therry selaku guru kami yang mengajarkan semua kegiatan di Peace Leadership Class, memberikan sebuah contoh yang berbeda, kisah seorang anak desa. Pada suatu waktu dia ditanya oleh seorang guru, kamu cita-citanya jadi apa? Diapun menjawab jadi Polisi, terus si guru bertanya balik, kenapa kamu mau menjadi polisi? Dia dengan gagahnya menjawab karena saya mau melindungi orang-orang dan mau menjaga keamanan lingkungan dari penjahat. Singaktanya, anak ini terus menerus mengingat alas an mengapa ia ingin menjadi seorang polisi, ketika tamat SMA dia muali memikirkan cita-cita yang sudah dibangunnya, menjadi Polisi bukannlah hal yang mudah tentunya, dia beralatar belakang dari keluarga yang miskin, tidak mungkin sanggup untuk masuk menjadi polisi. Hingga suatu waktu ia mendapatkan twaran untuk bekerja sebagai seorang security mall, ia sangat bahagia sebab dengan menjadi security-pun ia masih bisa memnuhi cita-citanya. Jadilah ia sebagai karyawan yang taat, rajin dan bersungguh-sungguh. Ia melakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati dan penuh kebanggaan. Hingga suatu waktu ia ditawarkan untuk bekerja di sebuah hotel berbintang, namun untuk masuk kesana dia membutuhkan rekomendasi dari atasan, si atasan menyadari kesungguhan bekerja si anak tersebut sehingga ia memberikannya rekomendasi untuk bekerja di hotel. Hingga suatu waktu, lewatlah sebuah mobil yang menurigakan, dengan gerak-gerik yang tidak biasanya, dengan bekerja cepat ia berhasil menggagalkan sebuah aksi terorisme di hotel tersebut, dari hasil kerjanya tadi ia kemudian mendapatkan penghargaan dan mendapatkan pembinaan langsung dari BNPT (Badan nasional Penaggunalangan Teroris).  Karena keseriusannya belajar ia terus menunjukkan peningkatan yang baik hingga akhirnya ia ditawari menjadi pegawai di BNPT, dia bekerja dengan sungguh-sungguh dan sdi sela waktunya tumbuhkah keinginan untuk membantu orang-orang di kampungnya menjadi security akhirnya ia memutuskan membentuk agen security dengan pelatihan langsung dari dia dan menghasilkan security-security yang professional. Dari cerita ini, kita di ajarkan bahwa, tidak perlu menjadi apa yang penting kamu tau kenapa kamu menginginkan sesuatu. Si anak yang gagal menjadi polisi namun berhasil mewujudkan “kenapa-nya”. Karena dalam proses mewujudkan “kenapa-nya” kita akan mengantarkan kita kepada berbagai pilihan-pilihan menjadi apa.
Kisah diatas merupakan sebuah tamparan keras buat saya pribadi, yang sebelumnya mengatakan bahwa saya lelah bermimpi, sebenarnya bukan lelah bermimpi namun karena saya terlalu focus menjadi apa sehingga saya melupakan big why-ny, sehingga kita sulit menemukan Innerpeace dalam beraktivitas. Sejatinya masa lalu yang susah, sedih, bahagia dan menyenangkan adalah rangkaian kejadian yang sudah Allah S.W.T sisipkan di setiap kegiatan kita sebagai bentuk pengingat bahwa bukan menjadi Apa tujuan hidup ini melainkan “Kenapa” yang harus menjadi tujuan, kegagalan dalam membaca pesan tuhan membuat kita menjadi pribadi yang hanya akan fokus pada tahapan menjadi apa dan lupa kenapa kita hadir pada setiap kejadian yang telah kita lalui, oleh karena itu perlu adanya melakukan refleksi pada setiap aktivitas kita agar value yang kita dapakan pada suatu peristiwa atau kegiatan dapat kita maknai secara mendalam.
Indikator seorang pemimpin adalah ia mampu menginspirasi dan mengajak orang lain untuk mengikuti “why” yang dibangunnya, dan tentu “why” yang kita temukan adalah yang berorientasi pada kemaslahatan umat, niatannya adalah manusia yang bermanfaat untuk orang lain adalah manusia yang terbaik. Dan mimpi yang dibangunya selalu bersifat “growth” yang mampu bertumbuh dan menjadi lebih besar seiring waktu. (read my previous post about  Allegori jonathan seagull)


(Materi ini dibawakan oleh kak Therry Algifary di Peace leadership Class)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar