Selasa, 10 Maret 2020

SOLIDARITAS BUTA DI BALIK ISU EKOLOGI


SOLIDARITAS BUTA DI BALIK ISU EKOLOGI


Sidetalk kali ini masih membahas mengenai isu ekologi, setelah sebelumnya membahas mengenai perilaku manusia terhadap lingkungan, kali ini kajian lebih berfokus kepada perusakan lingkungan di sekitar kita. Isu lingkungan maka kita akan banyak berbicara mengenai kegagalan manusia menyeimbangkan kultur sebagai bagian dari ekosistem. Salah satu bentuk terputusnya kebudayaan atau kearifan lokal terdapat pada lingkungan, sebab ketidak sadaran kita terhadap lingkungan kita membuat kebudayaan semakin terkikis. Kebiasaan nenek moyang kita dengan berbagai ritualnnya pada dasarnya membentuk sebuah pardigma “jika tidak, maka akan”. Contohnya, dulu ketika hendak menebang pohon warga melakukan ritual dengan meminta izin kepada penguasa hutan dan kemudian menam kembali satu pohon yang baru sebagai gantinya, karena jika tidak dilakukan hal demikian maka penguasa hutan akan marah dan pada akhirnya mendatangkan berbagai macam bencana alam seperti banjir dan longsor. Kepercayaan inilah yang kemudian hilang dan justru membuat sebagian besar manusia bertindak seenaknya dan merasa menjadi sosok makhluk yang super power melampaui “penguasa hutan” tadi. Seacara logika, hal yang dilakukan nenek moyang kita adalah sesuatu yang bodoh, tapi coba kita pahamkan kembali jika penguasa hutan adalah Tuhan?, dan dampak lingkungan setelah terjadinya pembakaran hutan, penebangan dan eksploitasi lingkungan berupa banjir dan longsor sebagai bentuk kemarahan dan teguran dari Tuhan. 

Dalam paradigma kontekstual, keberadaan manusia dan alam sering kita artikan sebagai subjek dan objek, manusia cenderung memetakan hutan dan lingkungan sebagai objek dan dirinya sendiri menjadi subjek di semesta. Hal yang sangat menggelitik adalah adanya persepsi bahwa Jika manusia merusak manusia maka itu disebut Vandal sedangkan manusia merusak lingkungan disebut pembangunan. Pembatasan terhadap subjek dan objek inilah kemudian melahirkan banyak pembenaran terhadap perilaku manusia yang berdampka terhadap lingkungan, melhat alam sebagai objek eksploitatif dan tidak ada upaya untuk melihat keseimbangan antara memberi dan diberikan. Pada dasarnya relasi antara manusia dan alam itu tidak terbatas, keduanya saling terkoneksi, keberadaan alam untuk menyediakan dan keberadaan manusia untuk menjaga keseimbangan itu. Sebab hubungan manusia dan lingkungan tidak berbatas pada hanya pada etika dan moral saja namun lebih sekedar tanggungjawab.

Sebauh analisis yang nyeleneh namun dalam, saat saya mengunjungi beberapa daerah di Indonesia yang kepercayaannya masih sangat konservatif, meyakini keberadaan dewa dan Roh yang berkuasa, mereka beragama namun menurut sebagian besar mereka yang merasa ‘paling beragam’, apa yang dilakukan odan diyakini oleh mereka adalah bentuk kesyirikan dan di anggap sesat, namun bagi saya kesesatan mereka ternyata menjadi berkah buat alam, bukankah dengan mereka meyakini dewa laut akhirnya mereka menjaga laut dari kerusakan, bukankah dengan mereka meyakini dewa hutan akhirnya mereka merawat hutan, bukankah dengan mereka meyakini adanya penjaga sungai akhirnya mereka melestarikan sungai? Sedangkan kita yang merasa paling benar dalam beragama dan paling benar dalam mengenal tuhan kemudian lupa menjaga ciptaan tuhan, dengan entengnya kita menebang pohon dan dengan entengnya kita tidak peduli dengan sampah kita. Hasil analisis nyeleneh ini justru menumbuhkan minat saya untuk lebih jauh memperdalam pemahamn saya mengenai “Peranan Mitos dalam Keseimbangan Ekosistem”. 

Baru-baru ini virus corona menjadi sangat viralnya, setiap orang mempelajari cara penanganannya, beberapa orang mencoba kemudian menyalahkan pigak-pihak tertentu, namun sadarkah kita bahwa wabah akan terjadi dan selalu terjadi ketika manusia mencoba utuk mendominasi lingkungan? Semua hewan di makan, eksosistem yang tidak berimbang, pencemaran dimana-mana. Kahirnya dominasi inilah kemudian menyerang balik manusia. Contoh lainnya adalah saat banjir, kemudian secara buta-buta atas nama kemanusiaan kita berbondong-bpndong menyumbangakn harta benda untuk membantu sesama, namun pernahkah kita sesolid ini dalam mencegah datangnnya banjir?.
Manusia cenderung mengundang datangnnya kepunahan dirinya sendiri, ada 3 cara untuk punah dengan mudah:
  1. Peperangan, atas nama kekayaan dan penjualan serta keinginan untuk menjadi superpower dan berkuasa, manusia menciptakan perang dan memsunahkan sesamanya.
  2. Lingkungan, manusia berjuang menumpuk kekayaannya dengan mengeruk semua yang bisa dikeruk hingga bumi mengalah dan memanas, akhirnya pelan-pelan kita akan punah
  3. Wabah, saat manusia mendominasi alam maka alam akan mencoba kembali mendominasi manusia dan memsunahkan manusia sebagai karya dari “dominasi”.
Sangat mudah tentunya untuk punah, saat kita focus terhadap potensi corona sebagai pemusnah, kita lupa kelaparan dan gizi buruk yang diderita sebagian besar manusia adalah wabah yang sifatnya kluster dan bukan menjadi sebuah masalah yang membuat kita panik meski jumlah korbannya lebih besar dari corona itu sendiri, alasannya satu sebab virus ini hanya menyerang mereka yang miskin.
kembali ke isu utama, ada beberapa hal yang pada dasarnya dapat kita lakukan untuk juga mencegah kerusakan lingkungan ini, yaitu;
  1. Women empowering, perempuan sebagai pintu utama rumah tangga perlu dilibatkan dalam mengontrol limbah rumah tangga, sebab rata-rata rumah tangga mampu menghasilkan sampah seberat 1-2 kg perkapita perharinya.
  2. Mengedukasi petani untuk tidak bercocok tanam dengan metode monokultur, sebab dapat mengancam keberlangsungan tanah.
  3. Mendorong ekonomi kerakyatan yang berbasis lokal, yang cenderung ramah lingkungan dan sifatnya direct selling
  4. Mengupayakan pemahaman mitigasi bencana sejak dini pada anak-anak, berupa pencegahan dan penanganan bencana. 
  5.  Menjejaring komunitas untuk saling berkolaborasi dalam gerakan masiv
  6. Tidak anti politik sebagai upaya control masyarakt terhadap pemerintah
materi ini dibawakan oleh kak Ferdi, pada kajian ekologi yang dilaksanakan oleh Ecoside

Tidak ada komentar:

Posting Komentar