RESPECT
Dis-respect merupakan salah satu problematika
bersosialisasi yang kerap kali menimbulkan berbagai prasangka dan
ketidaknyamanan pada lingkup social kita. Pada pertemuan Peace Leader Class
kali ini, respect menjadi tema besar materi yang dibahas, mulai dari berbagi
cerita mengenai dis-respect. Saya mencoba membagikan satu cerita yang saya
anggap sesuai dnegan kejadian di-respect, yaitu sekitar tahun 2002 saat itu Ibu
saya memutuskan untuk mengenakan cadar, sebagian besar tetangga saya merasa
tidak nyaman dengan keadaan itu belum lagi adik nenek saya Wahid Kadungga saat
itu didakwa sebagai terduga teroris , sontak tetangga saya menunjukkan sikap
yang tidak nyaman dengan kehadiran kami meski sudah bertahun-tahun hidup
berdampingan. Tapi sering waktu berlalu, semuanya membaik, orang-orang mulai
banyak yang paham mengenai penggunaan cadar dan kami bukan keluarga ekstrimis
seperti yang mereka prasangkakan. Dis-Respect itu terjadi karena “fail to meet one of your expectation have no
reasonable excuse for my failure”, jadi ketika kita mengekspektasikan
sesuatu terjadi sebagai bentuk respon dari sikap atau tindakan kita dan
kemudian ekspektasi tersebut tidak terwujud maka saat itulah muncul dis-respect
kita terhadap orang lain.
Understanding respect, kita perlu memahami
respek itu seperti apa dan bagaimana ia terbentuk dalam pikiran kita, berikut
tahapan-tahapan yang perlu kita sadari dan pahami.
Awareness, Kesadaran
kita mengenai segala sesuatu terjadi sesuai dengan kehendak Allah S.W.T, tidak
kurang dan lebih, jauh sebselum kita lahirpun semuanya sudah menjadi
kehendak Allah S.W.T. sebelumnya mari
kita sedikit berfikir mengenai “ menurutmu, ketika awal mula segala kejadian di
seluruh alam semesta ini, apa yang pertama kali di ciptakan tuhan?”. Kalau
merujuk ke teori Big-bang maka yang pertama kali ada adalah semesta, namun sapakah
ada hal lain yang tuhan pikirkan sebelum dia menciptakan semesta? Jawabannya adalah
Ketetapan. Allah S.W.T telah mendesain sedemikian rupa segala halnya, isi dan
ruang yang ada sesuai dengan yang Ia tetapkan dan sebagai bentuk ujian
hamba-Nya. Lantas bagaimana dengan ketetapan orang yang bunuh diri? Apakah Allah
S.W.T telah menetapkannya dengan takdir yang seperti itu? Iya, Allah S.W.T
telah menetapkannya demikian, namun perlu dipahami bahwa selain ketetapan itu
masih ada ketetpan lain yang dapt menjadi pilihan hambanya apakah ia memilih
jalan yang di Ridhoi-Nya ataukah jalan yang dimurkai-Nya. Ketetapan adalah
suatu kejadian yang mendapatkan restu Allah S.W.T untuk terjadi, maka saat Ia
mengatakan Kun fa Ya Kun, maka terjadilah. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Awareness adalah segala kesadaran atas ketetapan tuhan. Meyakini bahwa segala
yang datang dan pergi, segala yang menimpa kita itu sudah ditetapkan.
Anthusiasm, setelah
memahami konsep kesadaran maka dari sana terwujudlah sebuah sikap antusias atas
segala yang terjadi, karena kesadaran yang terbentuk ynag berlandaskan pada
keyakinan peran Tuhan, maka sikap kita dalam menyikapi setiap kejadian adalah
antusias. Dalam tahapan inilah biasanya manusia kembali mendapatkan ujian
karena kehadiran “Free Will”, hadirnya kebebasan dalam menginginkan sesuatu.
Hal ini saya refleksikan sebagai ujian manusia dalam menentukan sikapnya yaitu
sikap yang diridhoi atau dimurkai, memilih antusias atau menolak atas ketetapan
tersebut. Tugas manusia adalah melakukan yang terbaik “here and Now” disini dan
saat ini, sebab sedetik yang lalu adalah masa lalu dan sedetik kemudian adalah misteri
yang berada pada control Tuhan bukan kita. Pada tahapan ini saya kemudian kembali
mencoba bertanya pada diri, seberapa antusias saya dalam menyadari setiap
kejadian, jawabku mungkin tergantung mood ku, adakalanya saya memilih bodo
amat, toh juga tidak ada manfaatnya buat saya, dan hal ini telah melanggar
konsep “here and now”, mengapa? Setelahnya ada penyesalan, kenapa tadi saya
tidak begini ya, kenapa tadi saya tidak ngomong begini ya? Dan semuanya
berlalu, menjadi pelajaran adalah jawaban yang paling tepat untuk menenagkan
diri dan pikiran, sebab saat itu free will nya saya yang bermain tanpa
pertimbangan apa-apa, kalau hal ini keseringan terjadi maka kesadaran ketetapan
tuhan menjadi bias dan bahkan hilang, yang ada adalah prasang kita terhadap
orang lain.
Appreciate, setelah
antusias kita perlu mengapresiasi setiap kejadian, dalam tahapan ini perlu
dihadirkan emphaty, salah satu contoh yang paling menarik disini adalah contoh
Bunga Putih Ungu, yang kita temui dimana-mana, “Bunga yang tak diketahui
namanya namun dihormati oleh langit dan bintang” .
https://bibitbunga.com/product/bandotan/
potongan lirik lagu ini
menyadarkan kita bahwa bentuk apresiasi hadir disana, kadangkala kita berfikir
terlalu jauh dalam mengimajinasikan bentuk apresiasi padahal apresiasi itu
tidak perlu dalam wujud yang lain cukup dalam wujud sikap kita, menunjukkan
bahwa kita menghargai setiap kejadian atau peristiwa, menghargai setiap orang
yang kita temui dan sadar bahwa peristiwa itu adalah kehendak Allah S.W.T. pada
tahapan ini saya merefleksikan bahwa, tahapan ini dibutuhkan kesadaran yang
utuh bahwa kita adalah hamba yang sedang di uji untuk melakukan kebaikan
sebanyak-banyaknya setiap saat dan dimanapun, sebab semua yang kita hadapi
adalah ketetapan Allah S.W.T yang mutlak. Contoh sederhana adalah bagaimana
kita mengapresiasi makanan yang terhidang di pirng kita? Sudahkah kita mencoba
menghayati setiap jerih payah yang ada di dalamnya, setiap tetes keringat yang
terkucurkan oleh pejuang tanah para petani, yang pada akhirnya usaha itu hadir
dalam bentuk hidangan yang hangat di piring kita, kemudian dengan angkuhnya
kita hanya mencicipinya yang kadang kala kita menghujatnya dan hidangan
tersebut harus berakhir di tempat sampah. Disinilah kemudian empati harus
ditumbuhkan, menghargai setiap upaya orang lain. “Sesungguhnya Allah S.W.T mewahyukan
kepadaku (Muhammad S.A.W) agar kalian beersikap rendah hati hingga tidak
seorangpun yang bangga atas yang lain dan tidak berbuat aniaya terhadap yang
lain”. (HR. Muslim), sebab ketika empati tidak hadir maka kesombongan bisa saja
mengambil alih kita, dan kita gagal dalam mewujudkan sikap respek tersebut. Jadi
pada fase ini hadirkan empati tadi dalam bentuk wujud sikap yang apresiatif
sehingga kita bisa mewujudkan sikap respek dengan baik. Sebab hasil rasa
menghargai dan penghargaan adalah buah dari respect. Dimana respect ini harus
hadir pada setiap lini kehidupan kita, kita terhadap diri sendiri, kita
terhadap orang lain dan kita terhadap alam dan lingkungan.
Respect
|
|||
Apreciate
|
|||
Anthusiasm
|
|||
Awareness
|
Selain itu saya menambahkan sedikit refleksi mengenai sikap membandingkan, yang menurut saya sikap ini juga merupakan bentuk kegagalan kita dalam mewujudkan kepedulian terhadap orang lain, satu-satunya hal yang dapat dibandingkan adalah diri kita sendiri, contoh misalnya, kita membandingkan diri kita dari hari kemarin, hal in boleh dilakukan, namun jika pembandingnya adalah saya atau dia yang lebih baik maka saat itu kita gagal dalam menghargai. “ Apakah yang menghalangimu untuk beersujud waktu aku menyuruhmu? “iblis menjawab”, ‘Aku lebih baik daripada dia (Adam): Engkau menciptakan aku dari api sedangkan dia engkau ciptakan dari tanah. ‘(Qs. AL’Araf ; 12), dari ayat ini saya belajar bahwa salah satu sifat iblis adalah membandingkan.
(materi ini dibawakan oleh kak Therry Alghifary di Peace leadership Class)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar