PHIOLOSOPHY OF PEACE AND CONFLICT RESOLUTION
(3 GERAK JIWA PLATON)
Materi ini berkaitan dengan beberapa materi
sebelumnya yaitu Allegori Jonathan Livingstone Seagull, ERO dan Hakuna Matata.
Pada materi kali ini kami peserta PLC di ajak untuk memaknai peranan ilmu
filsafat dalam memahami hidup. Pada materi kali ini ada beberapa pembagian sub
judul yang akan membantu kita memahami peranan filsafat, dimulai dari Defenisi
filsafat, Hwo am I, dan 3 gerak jiwa.
Defenisi
Filsafat, jadi ingat materi semester 1
saat kuliah dulu buku biru Filsafat Ilmu buku Jujun S. Suriasumantri yang cukup popular
dikalangan anak-anak BEM, matakulaih yang paling rame dan tidak pernah tenang
saat dibawakan oleh dosen. Filsafat berasal dari 2 suku kata Philo yaitu cinta
dan Sophia yaitu kebijaksanaan atau wisdom. Singkatnya filsafat merupakan ilmu
tentang kecintaan terhadap ilmu itu sendiri, rasa cinta untuk ingin mengetahui
lebih hal-hala yang paling mendasar di kehidupan dan menghasilkan kebijaksanaan
dalam memaknai setiap pengetahuan. Filsafat juga dikenal sebagai ilmu segala
ilmu, sehingga hamper disetiap jurusan pasti mendapatkan materi filsafat, sebab
rasa ingin tahu terhadap ilmu pengetahuan adalah ilmu dari berfilsafat. Semenarik
itu filsafat, meski waku kuliah kadang menjengkelkan berfilsafat dengan senior,
sebab kesannya ingin menguji dan menunjukkan betapa pintarnya mereka membuat
kami bingung apalagi kajiannya melulu tentang ketuhanan yang tidak jarang
menimbulkan kesan ragu terhadap keesaan tuhan, hingga dosen saya sempat
melontarkan kalimat seperti ini “ada beberapa ilmu yang ketika kita sulit
menemukan rasionalisasinya, maka bisa jadi yang dibutuhkan adalah keyakinan”. Namun,
tetap saja harus ada keyakinan bahwa tuhan itu maha tau dan segala yang
diciptakannya tentu dapat dirasionalisasikan agar bertumbuhlah keyakinan kita.
Dalam berfilsafat, kerap kali pengetahuan
yang dinalarkan akan mengalami pertentangan, jika pengetahuan itu bertentangan
dengan value yang diketahuinya sehingga saat ada sebuah kebijakan kerap terjadi
konflik. Sebab beberapa filsuf mencoba untuk untuk mengkaji sebuah pengetahuan
yang mengakibatkan “setereotip tertentu”, mereka mencoba mengkritik karya
filsuf lain, sehingga tidak jarang ada banyak pertentangan dan konflik muncul. Sehingga
dalam berfilsafat harus tumbuh keyakinan bahwa ilmu yang ingin dicari adalah
segala bentuk ilmu yang bisa menciptakan kecintaan kita terhadap ilmu itu dan
menjadikan kita sebagai pribadi yang lebih bijaksana, namun jika terjadi secara
berbeda, maka perlu adalanya kesadaran diri, apakah kita sudah benar dalam
memaknai ilmu pengetahuan.
Melirik kisah hidup seorang Socrates, seorang
filsuf yang sangat terkenal dengan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan yang
berhasil menginspirasi orang lain bukan melalui tulisannya namun melalui wujud
cinta dan kebijaksanaannya terhadap ilmu pengetahuan, sosok filsuf yang
menunjukkan rasa ingin tahunya dengan terus-terusan bertanya dan berdialegtika
dengan siapa saja yang pada akhirnya memunculkan kesadaran pada orang lain
tentang kebijaksanaan, meski dalam sejarah Socrates dianggap memunculkan
berbagai kontreversi namun ia dikenal sebagai sosok yang paling mampu menjawab
segala pertanyaan terkait hawa nafsu dan perjalanan roh.
“Hidup yang tidak pernah diperiksa adalah hidup yang tidak layak untuk dijalani"
“Hidup yang tidak pernah diperiksa adalah hidup yang tidak layak untuk dijalani"
Selama kita hidup, sejauh mana kita telah
berhasil memeriksa setipa perjalanan kita dengan pertanyaan mendasar, kenapa
saya haru bekerja? Untuk apa?, ada juga pertanyaan kenapa saya harus menikah? Untuk
apa? Apakah menikah bisa menjadikan saya lebih bahagia atau tidak? Dan masih
banyak bentuk pertanyaan lainnya yang bisa jadi menjadi wujud upaya untuk
mengnali langkah hidup kita. Dalam menjalani hidup tentu sering sekali kita
merasa lelah dan dilemma, mungkin saja disana kita cumu butuh jeda untuk
sekedar merasakan nafas yang lebih dalam dan sembari mengecek lembaran masa
lalu kita dan memerikasanya, sejauh mana kita paham akan diri kita atas
kehendak tuhan. Ujung dari berfilsafat adalah fase ketidaktahuan, fase dimana
kita sadar bahwa kita tidak tau apa-apa dan mengadirkan kerendahan diri atas
kuasa tuhan.
“The only true wisdom is in knowing you know
nothing”
Who am i?, adalah pertanyaan berikutnya dalam proses
mengecek hidup kita, sudah pahakah kita ini siapa? Aku adalah diriku yang
terlihat atau akau adalah diriku dengan segala sifatku, atau akau bukan dari
salah satunya atau aku adalah bagian dari setiap rangkaian namaku, atau akau
hanyalah sekedar aku?.
Memahami konsep kelahiran maka kita perlu
memami konsep ke-akuan yang hadir. Aku hadir karena aku hidup, aku hidup karena
aku memiliki raga dan aku beraktifitas karena aku punya jiwa. “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.
Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit”.(Al Isra,85). Jadi Ruh adalah
sesuatu yang ditiupkan oleh Allah untuk menjadikan sebuah raga menjadi hidup
dalam proses penciptaannya, kemudian ia bertumbuh dan diberikannlah jiwa yang
dapat mendorong sebuah raga untuk beraktivitas, memilih, menyadari, berfikir,
dsb. Sebagian orang berpendapat bahwa jiwa adalah sebuah keinginan-keinginan
buruk, namun pelu disadari bahwa jiwa adalah nature of goodness, segala
keinginan alamiah yang diberikan tuhan kemudian diartikan sebagai wujud
berbagai keinginan untuk sadar menjadi lebih baik atau sebaliknya.. Jiwa juga
merupakan bagian dari diberikannya manusia Free Will, kebebasan dalam
menentukan sesuatu disertai dengan berbagai keinginannya.
Kemudian mari kita memahami tentang konsep Analogi Polis, yaitu konsep polis primitive dengan konsep kehidupan yang masih jauh dari peradaban dengan konsep hidup yaitu Survive, bertahan untuk tinggal, makan, memakai baju dan berkembang biak. Dalam konsep ini, kebutuhan untuk bertahan akan berkembang seiring dengan bertumbuhnya penduduk, semakin banyak penduduknya maka kebutuhan akan meningkat kemudian muncullah pertentangan untuk tetap bertahan hidup ditengah menipisnya ketersediaan bahan dan besarnya sumber daya alam yang dibutuhkan. Kemudian ditengah pertentangan itu muncullah kekhwatriran akan bahan pangan yang cukup dan muncullah keinginan untuk menguasai lahan agar bisa hidup lebih tenang dengan ketersediaan pangan yang lebih. Kemudian kekhwatrian itu memunculkan bebrapa kelas masayrakat, kelas yang Ekonomi yang mementingkan kebutuhan makan dan jual beli, kelas Tentara yang bertugas untuk mengamkan lingkungan sekitar dan kelas filsuf atau politik yang bergerak untuk memikirkan mekanisme dan pengaturan masyarakat.
Kemudian mari kita memahami tentang konsep Analogi Polis, yaitu konsep polis primitive dengan konsep kehidupan yang masih jauh dari peradaban dengan konsep hidup yaitu Survive, bertahan untuk tinggal, makan, memakai baju dan berkembang biak. Dalam konsep ini, kebutuhan untuk bertahan akan berkembang seiring dengan bertumbuhnya penduduk, semakin banyak penduduknya maka kebutuhan akan meningkat kemudian muncullah pertentangan untuk tetap bertahan hidup ditengah menipisnya ketersediaan bahan dan besarnya sumber daya alam yang dibutuhkan. Kemudian ditengah pertentangan itu muncullah kekhwatriran akan bahan pangan yang cukup dan muncullah keinginan untuk menguasai lahan agar bisa hidup lebih tenang dengan ketersediaan pangan yang lebih. Kemudian kekhwatrian itu memunculkan bebrapa kelas masayrakat, kelas yang Ekonomi yang mementingkan kebutuhan makan dan jual beli, kelas Tentara yang bertugas untuk mengamkan lingkungan sekitar dan kelas filsuf atau politik yang bergerak untuk memikirkan mekanisme dan pengaturan masyarakat.
“Jiwa adalah
gerak yang menggerakkan gerak itu sendiri"
Plato mengemukakan sebuah konsep
Gerak Jiwa dimana masyarakat terbagi menjadi 3 kelas berdasarkan gerak jiwanya
yaitu kelas Masyarakat/ekonomi, Tentara dan Filsuf/Politik, berikut
gambarannya.
Gambar di
atas jelas menunjukkan bahwa, kesempurnaan pribadi manusia harusnya dibangun
secara seimbang dan sadar secara utuh akan 3 pembagian gerak jiwa diatas, jika
salah satu gerak jiwa menjadi dominan bisa jadi akan terjadi ketidak seimbangan
dalam hidup, coba bayangkan jika kita hadir solah menjadi seorang pemikir atau
filsuf namun gerakan dominan kita ada pada area Ephitomea, jelas akan banyak
ketimpangan terjadi, keinginan untuk menumpuk kekayaan dan hasrat peruta
menjadi lebih besar, maka hilanglah kebijkasanaan didalam diri. Atau bisa jadi
kita mencoba menjadi sosok pemikir namun mengkerdilakan hasrat lainnya maka
ketidak seimbangan hidup juga bisa terjadi, meski bagi saya pribadi porsi
Logisticon harus mendominasi porsi gerak jiwa lainnya. Gambar diatas
menyadarkan saya pada munculnya hasrat dalam melakoni hidup, seingga muncul
kesadaran apakah keseimbgan gerak jiwa telah terpenuhi? Jika tidak, bertobalah segar
ferguso….. sebelum dirimu jadi bucin pada harta dan tahta, dunaji ini….
Equilibrium, dalam
menyeimbangakan ketiga gerak njiwa diatas perlu dipahami peran sikap lainnya
yang perlu hadir agar ketiganya bisa bersinergi sesuai dengan porsi
keseimbangannya. Pada Ephitomea perlu hadirnya nilai moderasi atau ugahari,
kesederhanaan dalam porsi sedang tidak lberlebih dalam memenuhi gerak ephitomea.
Selanjutnya dalam menyeimbangakn Thumos perlunya hadir nilai Courage, atau
keberania dalam memperjuangkan kebenaran dan tidak terkalahkan oleh rasa takut
namun, didalmnya juga perlu hadir kesadaran untuk tidak memanifestasi keberanian
dalam bentuk dominasi. Dan yang terakhir adalah nilai Wisdom pada Logisticon,
kesadaran bahwa pengetahuan hair untuk menciptakan diri yang bijaksana dalam
melakukan setiap aktifitas. Ketika ketiga gerak jiwa ini dipenuhi dengan
ugahari/moderasi, keberanian dan kebijaksanaan maka akan lahirlah sosok manusia
Justcie, yang adil.
Dari pelajaran kali ini saya
merefleksikan bahwa, tuhan membrikan setiap manusia menyadari gerak jiwanya,
namun sering sekali kita mnegabaikan pesan tuhan tersbut dengan memenuhi hasrat
dominan kitaa dalam menyikapi kehidupan, contoh misalnya, setiap agama
membenarkan pentingnya berpuasa, namun hanya sedikit dianatar kita yang melihat
puasa bukan hanay sebatas ritual agama melainkan pembelajaran dari Tuhan
terkait hasrat yang perlu dibelajarkan agar kita menjadi pribadi yang adil pada
diri sendiri yang berdampak pada sikap adil terhadap orang lain.
(Materi PLC yang ke 8, dibawakan oleh kak Therry Alghifary)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar