Kajian kali ini membahas mengenai
keberadaan RUUPKS di tengah masyarakat Indonesia, kekerasan terhadap perempuan menjadi suatu momok
mengerikan yang tidak ada kunjung usainya. Perempuan kerap kali menjadi korban
dan tidak dipedulikan oleh pihak berwenang bahkan dalam proses menuntut
keadilan inipun perempuan masih menjadi objek yang tidak memiliki hak terhadap
dirinya sendiri, belum lagi masyarakat yang turut memberatkan korban dengan
adanya sangsi sosial dimana perempuan yang menjadi korban seksual di anggap
sebuah hal yang lumrah yang di akbitkan oleh perilaku korban itu sendiri,
masyarakat cenderung menilai korban seksual merupakan dampak dari perilaku
korban. Alhasil kasus pelecehan seksual tidak pernah terdata dengan baik,
disebabkan oleh dorongan untuk menutupi kasus seperti ini lebih besar dari
keinginan untuk mengungkapkannya, apalagi saat ini kekerasan seksual dan
pelecehan seksual dianggap hal yang tabu untuk dibicarakan hingga ke ranah
pengadilan.
Adapun bentuk-bentuk kekersan
seksual yang sering terjadi di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Pelecehan seksual
Pelecehan seksual sendiri sangat sering dilakukan oleh
masyarakat termasuk dalam hal cat calling dan keinginan untuk mendorong hasrat
seksual, hal ini bisa dikategorikan sebagai bentk pelecehan seksual.
2.
Eksploitasi seksual
Pada ranah ini, eksploitasi bias teradi kepada siapa
saja baik perempuan maupun laki-laki, jika berada pada kondisi menjadi korban
perdagangan dan korban untuk melayani dorongan skesual secara berlebihan atau
juga danya ancaman dari pelaku terhadap korban sehingga korban terus menerus
menjadi pelayan pemuas hasrat seksual pelaku.
3.
Perkosaan
Perkosaan dapat diaktegorikan jika adanya pemaksaan
yang dibuktikan dengan hasil visum, dimana korban mendapatkan kekerasan fisik
karena melakukan perlawanan.
4.
Pemaksaan kontrasepsi
Pada ranah ini kontrasepsi juga menjadi bagian dari
kekerasan seksual, dimana keberagaman kontrasepsi di naggap tidak semuanya
berpihak pada sudut pandang gender, jika kontraspesi yang dimaksudkan tidak memberikan
kepuasan seksual kepada lawan jenis dan tanpa keinginan pasangan maka hal ini
juga merupakan bentuk kekerasan seksual.
5.
Pemaksaan perkawinan
Kondisi ini bisanya terjadi untuk kepentingan ekonomi
keluarga, dimana seorang anak di paksaan menikah dnegan alas an untuk membantu
keuangan keluarga, contohnya kasus pernikahan yang banyak terjadi di Palu pasca
gempa, dimana anak-anak perempuan di paksa menikah dengan orang yang di anggap
lebih mapan agar beban keluarga dapat berkurang terlepas dari anak menginginkan
pernikahan tersebut atau tidak.
6.
Pemaksaan pelacuran
Biasanya kejadian ini dialami oleh penyandang
disalbilitas, dimana mereka menjadi korban pelampiasan seksual bulanan untuk
mendpaatkan keuntungan pribadi.
7.
Pemaksaan aborsi
Sebagian besar kasusu aborsi dilakukan karena adanya
kehamilan yang tidak diinginkan, dimana perempuan banyak yang dipaksa aborsi
karena kehamilan di luar nikah yang tidak ingin dipertanggungjawabkan, namun mirisnya
UUD Indonesia masih meniti beratkan aborsi kepada perempuan terlepas dari
keinginannya sendiri maupun dari dorongan atau paksaan orang lain.
8.
Perbudakan seksual
Kasus ini biasanya terjadi di ranah toxic relationship
dimana perempuan menjadi tawanan atau budak seksual.
9.
Hubungan seksual tidak berpersfektif gender
Hubungan seksual yang tidak mempetimbangkan kepuasan
pasangan, biasnya kejadian ini didorong oleh konten pornografi yang
mengedepankan berbagai gaya seksual yang justru merugukan pasangan dan tidak mempedulikan
kondisi fisik lawan.
Dari bentuk-bentuk kekersan
seksual di atas, biasanya jika korban melakukan pelaporan kasusnya hanya di
anggap sebagai pertikaian antar pemuda, jika terjadi dalam rumah tangga padda
dasarnya kasus sudha diatur di UUD Kkerasan dalam rumah tangga, namun bagaiman
jika kejadian ini menimpa korban yang belum berkeluarga, jelass akan sangat
berdampak buruk terjhadap perkembangan psikologis korban tentunya. Belum lagi
SOP penanganan kekerasan seksual yang cenderung melukai harga diri korban
dengan pertanyaan yang justru dapat memicu traumatis korban serta rehabilitasi
trauma yang belum memadai. Berangkat dari pemasalahan di atas maka RUUPKS hadir
untuk melengkapi Undang-undnag yang sudah ada dimana RUUPKS dapat mengatasi
permsalahan di atas termasuk dari pelayanan rehabilitasi, pendampingan
traumatis korban dan pencegahan kekerasan seksual pada ranah pelayanan tata
ruang, pembekalan pernikahan dan pendidikan.
Kesulitan yang di rasakan oleh
korban adalah sulitnya untuk membuktikan kekerasan seksual yang dialami itu
sendiri, dimana traumatis belum cukup kuat untuk menunjukkan bahwa korban
benar-benar di perlakukan tidak senonoh oleh pelaku, visum belum mampu menjadi
kuat sebelum adalanya pengakuan dari pelaku ataupun adanya saksi yang melihat
kejadian padahal kekerasana seksual kerap kali di lakukan di tempat yang sangat
sunyi dan nyaris tidak ada orang lain. Contoh kasus, di luwu timur dimana 3
orang bocah kecil di sodomi oleh bapak kandungnya sendiri dan ibu korban
melaporkan kejadian tersbut dank arena sulitnya mendapatkan saksi akhirnya si
ibu anak tersebut malah di tuntut balik sebagai pelaku pencemaran nama baik. Kekerasan
seksual paling rentan di alami oleh anak-anak dan pelakunya justru oleh
orang-orang terdekat korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar