“TANGGUNG JAWAB BERLEMBAGA”
Mudrikah
Lembaga Penelitian
Mahasiswa Penalaran
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya. Dalam hal ini tanggung jawab merupakan kesadaran
manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di
sengaja. Tangung jawab juga berarti aksi atau berbuat sebagai bentuk perwujudan
kesadaran akan arti sebuah kewajiban.
Lembaga dalam arti statis dapat dikatakan sebagai sebuah wadah kerjasama
sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu sedangkan arti dinamis sebuah
lembaga merupakan sebuah sistem sekelompok orang yang merumuskan sebuah
keinginan dan tujuan yang sama.
Tanggung jawab dalam berlembaga adalah bentuk perwujudan yang dilakukan
oleh sesorang untuk memajukan sebuah lembaga agar dapat memenuhi tujuan yang
ingin diraih bersama. Kemajuan sebuah lembaga sangat bergantung pada seberapa
besar rasa bertanggung jawab tiap anggota yang trehimpun dibawah lembaga tersebut
untuk menjalankan lembaga sesuai dengan konstitusi yang telah disusun. Tanggung
jawab terhadap sebuah lembaga merupakan harga mati yang harus dibayar untuk
memajukan sebuah lembaga, lembaga tidak tidak dapat berjalan tanpa adanya
orang-orang yang sadar dan peduli terhadap program yang harus dijalankan untuk
menjaga eksistensi sebuah lembaga.
Lembaga yang maju tidak terlepas dari para pejuang yang tetap berada pada
jalur kelembagaan yang terus berkiprah untuk kemajuan lembaga tersebut.
Putih Diatas Hitam
Putih diatas hitam, seperti inilah gambaran umum lembaga yang ada dimana
lembaga tersebut dilingkupi oleh berbagai macam problematika yang sangat kelam,
putih yang tertoreh diatasnya merupakan penyelamatan yang dilakukan oleh
beberapa orang yang merasa bertanggung jawab terhadap sebuah lembaga. Hal
inilah yang memberikan sedikit warna dalam gelapnya dinamika berlembaga.
Terdapat beberapa penyakit yang telah akut diderita oleh lembaga yang
pertama adalh perumusan atau job
descripsion yang tidak dirumuskan secara rinci sehingga terdapat
kerumpangan dalam pembagiannya. Hal yang paling lumrah terjadi dalam lembaga
adalah kerja-kerja yang tidak terdistribusi secara merata, sehingga terjadi
kesetimbangan ketidak seimbang disetiap civitas lembaga.
Dinamika berlembagapun sering diwarnai dengan adanya perasaan-perasaan yang
menunjukkan kecemburuan akibat sebuah popularitas seseorang, prestasi yang
didapatkan oleh orang lain dan skill
yang belum memadai untuk membantu untuk menahkodai sebuah lembaga, hal seperti ini
dapat menimbulkan sebuah perpecahan dalam lembaga sehingga lembaga berdiri
diatas lembaran hitam.
Anggota yang menjamur
dengan jumlah yang tidak terkontrol dapat menurunkan kualitas kerja sebuah
lembaga, kuantitas yang dalam sebuah lembaga tidak dapat memberikan jaminan
mutu pelaksanaan program lembaga. Keberadaan anggota yang banyak justru
terkadang menjadi boomerang sendri untuk ketua bidang, hal ini dapat memicu
pembagian kerja yang tidak merata dan sulitnya engontrol kinerja anggota
tersebut. Seperti inilah problematika yang terus menghantui civitas lembaga
tersebut.
Idealitas VS Realitas
Kondisi idealitas
sebuah lembaga senantiasa didasarkan prisnsip-prinsip lembaga, menurut Max
Weber terdapat 5 hal yang perlu diperhatikan dalam menajlankan sebuah lembaga,
yang pertama adalah skill sebagai acuan dasar dalam pemabagian kerja-kerja
kelembagaan, tugas-tugas yang diberikan kepada seseorang harus sesuai dengan
skill yang dimilikinya sehingga tugas tersebut dapat dilaksanakan (merit skill), yang kedua adalah
kesesuaian tugas dan kebijakan dengan prosedur dan peraturan, kegiatan yang
diprogramkan sebaiknya berbasis skill, dan yang terpenting adalah tanggung
jawab tugas. Tugas-tugas yang diberikan harus didasarkan pada tanggung jawab
masing-masing anggota yang diberikan amanah untuk menjalankn tugas tersebut hal
ini tidak terlepas dari kesadaran akan tangging jawab berlembaga.
Kondisi idealitas
yang dirumuskan dalam sebuah lembaga terkadang sangat tidak realistis sehingga
banyak program yang tidak dapat dijalankan serta aturan banyak yang dilanggar,
sehingga terkadang orang lain berasumsi jika banyak diantara anggota lembaga
tersebut yang tidak bertanggung jawab padahal permasalahan bersumber pada
kondisi idealitas yang jauh dari kondisi realitas sebuah lembaga. Realitas dan
idealitas sebuah lembaga sangat berbeda jauh, ketika kondisi idealitas yang
telah dirumuskan dengan baik ternyata kondisi realitas menjawab lain. Hal ini
bisa saja disebabkan adanya beberapa kendala yang tidak diperhitungkan dalam
perumusan kosntitusi.
Tanggung jawab dalam
berlembaga tidak hanya sebatas bagaimana sesorang menjalankan sebuah tugas tapi
juga efektifitas pekerjaan tersebut yang perlu dipertimbangkan dan dikonsepkan
dengan matang-matang sehingga ketika kondisi realitas tidak merespon baik
konsep tersebut maka akan ada kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat
dijalankan, serta pembatasan sebuah
kerja sangat penting untuk memaksimalkan pelaksanaan program tersebut.
Sentralisasi
pekerjaan dalam sebuah lembaga merupakan salah satu prinsip utama yang perlu
diperhatikan baik-baik, dimana sentralisasi ranah kerja sebuah lembaga dapat
meningkatkan kebertanggungjawaban anggota dalam melaksanakn pekerjaan dalam
lembaga tersebut. Sentralisasi sebuah pekerjaan biasanya dibebankan kepada ketua
bidang dan ketua pastinya, pemusatan ranah kerja dapat memimimalisir adanya
kegiatan-kegiatan diluar program yang ditentukan dimana kegiatan tersebut bisa
saja menghambat pelaksanaan program utama yang lain. Pemusatan kerja yang
dibebankan kepada anggota dapat meningkatkan fokus kerja seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar