NATURE OF CONFLICT
Sebelum
kita jauh melangkah membahas Mengenai konflik, sebelumnya mari kita sedikit
beRcerita mengenai kedamaian. Damai itu menurut saya priibadi adalah kondisi
dimana kita bisa hidup dengan penuh rasa keadilan atas hak-hak kita yang terpenuhi,
kebayangkan yah, kondisi saat ini dimana kita selalu merasa ini dan itu, namun
ternyata kedamaian yang saya maksudkan ini adalah kedamaian yang mustahil untuk
di penuhi sebab factor-faktor yang telah di bahas di kelas sebelumnya yaitu
manusia adallah makhluk yang assosial sekalgus social, manusia adalah makhluk
yang sangat individual dan egois. Ternyata memaknai damai itu cukup dengan
membayangkan bahwa di dunia ini tidak ada lagi kekerasan “Absence of violence”
, meski pertentangan atau bentuk konflik lainnya tetap terjadi, sebab untuk hal
yang satu ini tentu terjadi.
Hampir
di setiap lini pendidikan kini aktif menyuarakan pendisiplinan tanpa kekerasan,
sebab kekerasan adalah bentuk konflik terburuk yang tidak untuk di kenalkan
kepada anak-anak. Mengikuti konsep gaya yang katanya “gaya orang dulu”, tentu
sudah tidak relevan. Saya percaya bahwa setiap zaman dan generasi memiliki
keunggulannya masing-masing, jadi kata “kami dulu dek/nak” sudah tidaklah
relevan dan hanya menjadi bibit munculnya pertentangan yang baru, dimana
ekspektasi kita dibentuk tanpa di dasarkan kepada realitas-realitas yang perlu
dipertimbangkan. Saya ingat di awal tahun ini tante saya mengadopsi bayi, ku
sebutnya baby Al. sejak tahun 2017 saya mencoba membantu mencari anak yang bisa
di adopsi mulai dari panti asuhan yang ada di makasssar, kebetulan saya dan
beberapa teman saya mengadapakn program helping hand di salah satu panti asuhan
di talasalapang, Makassar. Dia bayi yang di titipkan oleh orang tuanya saat
masih bayi hingga ia beranjak 2 tahun orang tuanya tak kunjung datang
menjemputnya, mata sayunya membuat setiap mata yang melihatnya luruh, setiap
telinga yang mendengar kisahnya marah, kukenalkan dialah kepada tanteku dan prosedur
adopsinya ternyata pengurusannya tidak mudah, belum lagi Ibu menentang keras
ide ini, ku urungkan niat untuk mengurus proses adobsinya. Tante saya
memutuskan untuk tidaak banyak membahas bayi saat berkunjung ke rumah, melihat
watak ibu yang cukup keras saat itu. Di tahun selanjutnya sepupu saya
mengadakan ulang tahun di salah satu anti asuhan yang ada di Syeh Yusuf, Makassar,
disana adalagi kisah yang menyedihkan, seorang anak riang yang baru saja
berumur 8 bulan yang tertatih berjalan ia menjadi sorotan utama kami saat itu,
bagaimana tidak, dia anak yang di buang oleh ibunya di dalam kardus mie yang
diletakkan di depan panti asuhan dan sepucuk suratnya meminta pihak panti
asuhan menjaga anak tersebut. Keinginan untuk mengadopsi anak muncul kembali,
kutanyalah ke beberapa orang, ternyata mengadopsi anak yang ada di Panti asuhan
ternyata tidak mudah, sebab anak-anak disana sudah di data oleh Dinas Sosial,
jadi waktu itu saya disarankan untuk menghubungi perawat di rumah sakit
bersalin, dan meminta bantuan untuk menghubungi tante saya jika ada anak yang
bisa di adopsi, sebab anak yang baru lahir belum terdata oleh dinas, sehingga
pengurusan akte kelahirannya jauh lebih mudah.
Tuhan
itu selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan kita akan pertentangan yang muncul,
meski banyak yang menolak, Tuhan itu Maha tau akan jalan terbaik untuk setiap hambanya.
Januari, tante saya mendapat kabar akan peluang adopsi anak, diberikanlah
tanggal kelahiran anak tersebutt untuk kemudian segera di jemput. Tanpa musyawarah
baby Al di jemput di salah satu kediaman perawat, adosi ini murni keinginan
untuk menyelamatkan bayi, sebab prosesnya tidak memubutkan biaya apapun, baby
Al di serahkan ke tante saya tanpa mengetahui siapa ibu kandung anak ini, dan
itu adalah keputusan ibu kandung si baby, kamipun menghargai itu. Berselang 4
hari baby Aira lahir, untuk pertama kalinya baby Al diperkenalkan di keluarga
kami, ia disambut dengan suka cita dan
tanpa prasangka apa-apa meski sempat khawatir bagaimana pandangan keluarga
tentang kehadiran baby Al, semuanya berjalan baik, meski masih ada beberapa
keluarga yang berbisik-bisik, ku pikir selama keluarga besar menerima tidak
akan jadi masalah besar.
Dari
kejadian di atas saya belajar bahwa, Tuhan adalah apa yang kita prasangkakan.
Tuhan akan menghadirkan ketidak damaian seiring dengan tumbuhnya prasangka negative
kita, namun ketika kita berhasil melewatinya dengan mengubah apa yang kita
prasangkakan menjadi apa yang tuhan rencankan maka saat itu tuhan akan
menghadirkan kedamaian keada kita. Tak ada konflik batin di tengah keyakinan
akan campur tangan tuhan di setiap kejadian yang kita alami. Perlu kita pahami
bahwa konflik adalah rangkaian kegagalan
kita dalam memahami rencana tuhan. Seperti inilah bentuk alamiah konflik, dimana adanya ekspektasi yang tidak terwujud akibat hambatan dari orang lain atau bahkan dari prasangka diri sendiri, hal ini terjadi karena adanya dorong sifat dasar manusia yang bisa jadi berupa id, ego dan super ego (Menurut teori Sigmund Freud).
Salah
satu cara menghadirkan konflik pada diri sendiri adalah dengan membandingkan,
kembali ke kisah Al di atas, hal yang menyebabkan beberapa keluarga saya
menolak adopsi anak adalah mereka membandingkan Baby Al dengan beberapa anak
adopsi lainnya yang ada di keluarga kami, menurutnya si A dan Si B jadi anak
yang nakal. Jelas ini adalah bentuk intervensi terhadap masalah dengan
serampangan, sebab menurutku anak-anak itu terlihat nakal di mata mereka bisa
juga diakibatkan oleh banyaknya komentar negative yang muncul kepada anak adopsi
dan lingkungan tumbuh kembang anak yang juga menjadi pertimbangan. Baik dan
buruknya manusia sangat naïf jika di ukur dari kaca mata manusia. Temanku
selalu bilang, hidup kita terlalu berharga
hanya untuk memenuhi hasrat gossip tetangga. Yakinkan saja diri kita bahwa,
selalu ada Tuhan di setiap aktivitas kita dan apapun yang terjadi itu adalah
rencan Tuhan, jika hal buruk yang datang bisa jadi kita seddang di uji
kesabarannya agar kita siap menjadi pribadi yang lebih baik, dan jika hal baik
yang datang maka Tuhan bisa saja hendak menguji kita melalui kenyamanan,
seberapa bersyukurkah kita. Ujian bisa dalam bentuk kesempitan ataupun
kelapangan, percayalah bahwa konflik hadir untuk meningkatkan kualitas diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar