MENJADI GUARDIAN OF PEACE
Dipenghujung tahun 2019, saya
mendapatkan info sebuah kegiatan yang cukup berbeda dari kegiatan yang saya
ikuti sebelumnya, ajakan untuk mnegikuti sebuat training untuk menjadi seorang
fasilitator, tak ada gambaran tentang kegiatan ini, Cuma di kasi tau saja “ini
keren, ikutmi”, ditengah perjalanan saya berlibur di Tana Toraja waktu itu,
tanpa pikir panjang sayapun mengisi formulirnya dengan gambaran “saya
membutuhkan lingkungan baru dan ilmu baru sepertinya”, jreng…. Saya tersentak
melihat nominal harga trainingnya, jarang-jarang saya tergerak untuk mengikuti
kegitan dengan budget lumayan, tapi karena sudah terlanjur ngisi formulir, yah
malu dong kalau tidak lanjut. Singkatnya sayapun mendaftarkan diri ke kegiatan yang entah
berantah ini, sangat jauh dari kebiasaan saya dalam mengikuti sebuah kegiatan biasanya (cari gratisan kalau bisa saya yang di bayar, mental mahasiswa belum hilang soalnya).
Kegiatan itu adalah Training For
Peace facilitator (TFPE), dihari pertama kegiatan muncul kecemasan, bisakah
saya bergaul yah? Bisakah saya enjoy dengan kegiatannya apalagi di jadwal kegiatannya
cukup lama, udah kebayang bosannya, dan saya memilih untuk datang terlambat dan
sengaja melambatkan diri, yang dijadwal harusnya datang paling lambat jam 08.00
saya datangnya jam 09.00. dan semua berjalan dengan baik justru, saya punya
kenalan baru yang lama juga ternyata ada, kegiatannya tidak membosankan dan
saya sampai lupa pernah menguap apa tidak hingga kegiatan berlalu selam 3 hari
dan semuanya sangat menyenangkan. Dari sana saya mulai cukup tertarik dengan
berbagai kegiatan Kita Bhinneka Tunggal Ika. Di TFPE ini merupakan momen
pertama saya bercerita banyak tentang keluarga saya ke kak Via, sampe tidak
nyangka juga kalau saya ternyata saya bisa seterbuka itu tentang keluarga.