PERDAMAIAN DUNIA DAN PLURALISME;
POLEMIK TAK BERUJUNG
Pluralisme
dalam kamus ilmiah polpuler diartikan sebagai jamak, banyak, kelompok. Artinya
pluralisme merupakan aliran yang mempersatukan berbagai macam perbadaan
utamanya dalam hal keyakinan. Pliralitas merupakana sikap yang menjadi kendala
polemik keberagaman dalam beragama sulit untuk diterapkan.
Pluralisme
agama adalah kedamain antar pemeluk bergama yang hidup saling berdampingan,
ibaratnya penyetaraan kaum antar pemeluk yang berbeda, penyamaan antara kaum
monoritas dan kaum mayoritas dalam satu kesatuan hidup berbangsa dan bernegara.
Sekalipun pluralisme diakuai secara menyeluruh sebagai salah satu syarat untuk
mendamaikan perbedaan agama yang berada pada satu tanah yang sama namun banyak
saja kasus-kasus yang merebak akibat perbedaan agama tersebut. Misalnya saja di
palestina dan di thailand, pengakuan terhadap pluralisme tetap disuarakan namun
pecahnya peperangan tidak dapat dihindarkan dengan berujung pada pembantaian,
saling membalas tiada henti, issu-issu yang tidak diketahui kebenaranny mulai
bermunculan yang saling menjatuhkan antara pihak yang bertikai.
Hak
antar kedua belah pihak yang tidak bisa dipenuhi menjadikan timbulnya
kecemburuan yang tidak dapat dipenuhi secara keseluruhan. Pada dasarnya tiap
agama mengajarkan setiap pengikutnya jika hanya agama yang mereka yakinilah
yang terbaik, misalnya saja islam dan kristen yang tidak membenarkan adanya
agama yang lebih baik dari agama tersebut, begitupun dengan agama-agama
lainnya. Pecahnya peperangan yang
bermotiv agama sebagian besar diakibatkan oleh ketersinggungan antar pemeluk
yang berbeda dimana mereka saling meneguhkan pendapat akan agama yang diyakini,
masing-masing pemeluk agama beranggapan jika agama selain yang dianutnya
bukanlah ajaran yang baik.
Perbedaan
atau keberagaman menjadi syarat mutlak keberadaan suatu bangsa, sehingga
pluralisme dibuat sebagai sebuah bentuk penyeragaman (unity in diversity),
toleransi merupakan bagian inti dari pelaksanaan pluralisme sendiri, menurut
Suprapto dalam Kuntowijoyo (2012) terdapat 2 jenis sikap toleran yang pernah
ditawarkan untuk diterapkan di Indonesia yaitu Sikap toleran yang disebut
pertama adalah sikap toleransi semu dan penuh dengan kepura-puraan. Toleransi
jenis pertama ini menganjurkan seseorang untuk tidak menonjolkan agamanya di
hadapan orang yang beragama lain. Jika Anda Kristen, maka jangan menonjol-nonjolkan
ke-Kristenan Anda di hadapan orang Muslim, demikian pula sebaliknya. Sementara toleransi yang tersebut kedua
adalah toleransi yang sesungguhnya, yang mengajak setiap umat beragama untuk
jujur mengakui dan mengekspresikan keberagamaannya tanpa ditutup-tutupi. Dengan
demikian identitas masing-masing umat beragama tidak tereliminasi, bahkan
masing-masing agama dengan bebas dapat mengembangkannya.
Sebuah
survey mutaakhir yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan
Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta terhadap Sikap Komunitas Pendidikkan Islam dan
Toleransi dan Pluralisme memperlihatkan beberapa gambaran yang cukup
mengkhawatirkan. Survey yang dilakukan di awal tahun 2006 ini secara umum
menunjukkan bahwa komunitas pendidikkan Islam Indonesia memperlihatkan sikap
kurang bahkan tidak toleran. Hal ini bisa dilihat dari besarnya responden
(85,7%) yang tidak setuju anggota keluarganya menikah dengan non-muslim,
anggota keluarga boleh menikah dengan non muslim, asal masuk Islam lebih dulu
(88%). Sementara terhadap pertanyaan;
dibanding umat lain, umat Islam adalah sebaik-baik umat sebanyak 92,5% karenanya non-Islam harus
masuk agama Islam (58,7%). Tidak boleh mengucapkan salam “assalamualaikum”
dan selamat hari natal (“selamat natal”) kepada non-Muslim (73,5%) dan setiap
Muslim berkewajiban mendakwahkan agamanya kepada orang-orang non muslim (73%).
Adanya fakta seperti ini tentu merupakan sesuatu sangat memprihatinkan karena
hal ini terjadi di komunitas pendidikkan agama Islam. Artinya jika komunitas
pendidikkan saja -sebagai bagian dari transmisi ajaran Islam- menunjukkan sikap
demikian, maka bisa dibayangkan bagaimana dengan komunitas awam (suprapto,
2010)
Penjelasan
diatas menunjukkan jika sebagian besar agama menuntut kita untuk menunjukkan
keberagamaan kita tanpa menutup-nutupinya serta menaatis segala perintah dan
larangn yang telah ditentukan oleh agama. Beberapa hasil penelitian yang
dilakukan oleh para peneliti menunjukkan jika pada dasarnya setiap umat
beragama tidak mengajarkan adanya hidup toleran, contoh kecil misalnya, dimana
hampir sebagian besar masyarakat menolak adanya penyatuan keluarga yang berbeda
agama melalui ikatan pernikahan. Pernikahanpun dimasing-masing agama tidak
membenarkan terdapat dualisme iman dalam terciptanya sebuah keluarga. Agama
islam misalnya yang tidak membenarkan kita untuk saling memberikan ucapan
selamat kepada Non-Muslim pada hari-hari besar mereka. Sejatinya setiap agama
tidak membenarkan kita untuk hidup berdampingan dengan memaknai agama lain
sebagai salah satu agama yang penting.
Untuk
turut melestraikan pluralitas maka kita dituntut untut mampu bersikap plural
pula, dimana eksistensi, penghormatan, pengakuan, dan marginalitas dihapuskan.
Sikap-sikap seperti inilah yang sulit untuk diterapkan dinegara kita, sebab
indonesia merupakan negara yang kental dengan agama. Melihat kondisi-kondisi
seperti ini timbul berbagai pertanyaan????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar