Kamis, 18 Agustus 2011

SANG PEMIMPI DIMATA PEMIMPIN


Kahaya dusun yang terpojokkan tanpa alasan yang tepat, dusun yang terpinggirkan dari mata para pemimpin negeri ini. Kahaya adalah sebuah dusun yang terletak jauh dari desa Kindang kabupaten Bulukumba, dusun ini diapit oleh pegunungan yang tidak jauh dari perbatasan Bulukumba dan Sinjai. Kahaya berjarak sekitar 7km dari desa kindang dan penduduk yang tidak lebih dari sekitar 300 jiwa. Dusun ini belum memiliki penerangan sendiri serta akses jalan yang masih jauh dari layak.
Dusun ini kerap kali menjadi objek politik para politikus yang hendak berebut kursi dengan seribu janji pada masyarakat, tak ubahnya mereka menampung sejuta mimpi yang akan dikuburkan secara massal ketika mereka telah mencapai tujuan mereka. Mimpi tinggallah mimpi, mereka hanya dapat berharap uluran tangan yang pasti bukan hanya sebatas janji tanpa mengetahui kapan ia akan menjadi kenyataan. Pernah mereka beranggapan bahwa mendapatkan penerangan didusun mereka akan segera menjadi sebuah realitas namun ternyata harapan itupun sirna, sejak 2006 kemarin mereka hanya dapat melihat tiang listrik yang telah berkarat tanpa dialiri listrik. Tiang listrik stelah menjadi hiasan pagar mereka tanpa tahu kapan tiang tersebut dapat difungsikan dan memberikan mereka penerangan.
Adakah yang mau menyampaikan impian para pemimpi ini kepada pemimpin negeri ini yang menjadi wakil mereka?
Warga menjelaskan jika listrik yang hampir terealisasikan tersebut namun terhenti tanpa penjelasan tersebut bukanlah bantuan dari pemerintah setempat namun bantuan dari negeri luar yang entah berantah merupakan ketulusan yang murni ataukah  langkah awal dari misi yang hendak mereka capai.
Potensi Alam Dusun Kahaya
Para pemimpin telah melupakan negeri kayangan ini, tak sadarkah mereka akan potensi alam yang dikaruniakan dusun ini? Kahaya memiliki potensi alam yang luar biasa, tanahnya yang subur serta sumber mata air yang melimpah, warga dusun kahaya tidak memliki latar belakang pendidikan, mereka sebagaian besar buta aksara, jangankan baca tulis berbahasa Indonesia saja mereka tidak tau. Seperti inilah gambaran umum masyarakat disana, perkebunan yang digarap tanpa didasari teknik pertanian, sehingga hasil alamnya tidak dapat diharapkan menjadi penunjang perekonomian warga. Konon kabarnya buah merkisa yang tumbuh dikebun mereka tumbuh secara liar, tanpa teknik khususpun merkisa tumbuh subur ditanah yang berada pada ketinggian sekitar 1200km  dari permukaan laut ini.
Potensi alam seperti ini sangat disayangkan jika tidak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah untuk menangani masalah ini, bukan hanya dibidang perkebunan saja dibidang pariwisatapun dusun ini terbilang daerah yang harus diperhitungkan sumbangsinya terhadap Bulukumba kelak. Dusun Tabuakkang sangat, daerah ini dapat menyuguhkan keindahan alam yang sangat eksotis. Namun sayang seribu sayang tak ada satupu pemerintah yang mau berpikir untuk pengembangkan dusun ini.
Salah seorang warga yang sempat kami temui menjelaskan, merkisa sangat sulit untuk dipanen sebab merkisa tersebut tumbuh dipepohonan yang tinggi sehingga sangat sulit untuk memanennya, padahal merkisa tersebut bisa saja dibuatkan tempat-tempat khusus seperti teknik penanaman tumbuhan menjalar  lainnya (ketimun), namun karena keterbatasan informasi sehingga mereka enggan membudidayaka merkisa, sehingga yang banyak memenuhi perkebunan warga adalah  kopi. Warga tersebut tidak begitu memahami marketing yang mereka tau hanya sellingnya saja.
Potensi Masyarakat Kahaya
Berbicara tentang potensi masyarakat kahaya sendiri maka banyak diantara kita yang meragukannya, namum kenyataannya tidaklah demikian. Sd Terpencil 305 Kahaya yang memilki murid sekitar 130 orang, mereka memiliki murid dengan semangat pendidikan yang tinggi. Hujan serta jarak yang mereka tempuh bukanlah menjadi alasan untuk ke sekolah. Namun sayangnya keinginan bersekolah itu tidak ditumbuh kembangkan dalam keluarga mereka, sebab sekolah hanya dijadiakan sebagai media untuk meluangkan waktu kosongnya ketika musim panen balum tiba. Ketika beranjak usia dewasa mereka diharuskan untuk bekerja bukan untuk sekolah.
Guru-guru dari dusun ini mengeluhkan jika mereka tidak mendapatkan bantuan berupa dukungan pendidikan dari warga, hal ini tercermin ketika mendekati masa ujian maka siswa yang hadir akan melonjak jumlahnya,. Hal inilah yang sangat disayangkan sebab  potensi yang dimiliki tidak termanfaatkan secara maksimal dan efesien, keterpurukan terus melanda karena kurangnya pemahaman warga arti dari pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar