Selasa, 09 Juni 2015

PLURALISME

PERDAMAIAN DUNIA DAN PLURALISME; POLEMIK TAK BERUJUNG

Pluralisme dalam kamus ilmiah polpuler diartikan sebagai jamak, banyak, kelompok. Artinya pluralisme merupakan aliran yang mempersatukan berbagai macam perbadaan utamanya dalam hal keyakinan. Pliralitas merupakana sikap yang menjadi kendala polemik keberagaman dalam beragama sulit untuk diterapkan.

Pluralisme agama adalah kedamain antar pemeluk bergama yang hidup saling berdampingan, ibaratnya penyetaraan kaum antar pemeluk yang berbeda, penyamaan antara kaum monoritas dan kaum mayoritas dalam satu kesatuan hidup berbangsa dan bernegara. Sekalipun pluralisme diakuai secara menyeluruh sebagai salah satu syarat untuk mendamaikan perbedaan agama yang berada pada satu tanah yang sama namun banyak saja kasus-kasus yang merebak akibat perbedaan agama tersebut. Misalnya saja di palestina dan di thailand, pengakuan terhadap pluralisme tetap disuarakan namun pecahnya peperangan tidak dapat dihindarkan dengan berujung pada pembantaian, saling membalas tiada henti, issu-issu yang tidak diketahui kebenaranny mulai bermunculan yang saling menjatuhkan antara pihak yang bertikai.

Hak antar kedua belah pihak yang tidak bisa dipenuhi menjadikan timbulnya kecemburuan yang tidak dapat dipenuhi secara keseluruhan. Pada dasarnya tiap agama mengajarkan setiap pengikutnya jika hanya agama yang mereka yakinilah yang terbaik, misalnya saja islam dan kristen yang tidak membenarkan adanya agama yang lebih baik dari agama tersebut, begitupun dengan agama-agama lainnya. Pecahnya  peperangan yang bermotiv agama sebagian besar diakibatkan oleh ketersinggungan antar pemeluk yang berbeda dimana mereka saling meneguhkan pendapat akan agama yang diyakini, masing-masing pemeluk agama beranggapan jika agama selain yang dianutnya bukanlah ajaran yang baik. 

Perbedaan atau keberagaman menjadi syarat mutlak keberadaan suatu bangsa, sehingga pluralisme dibuat sebagai sebuah bentuk penyeragaman (unity in diversity), toleransi merupakan bagian inti dari pelaksanaan pluralisme sendiri, menurut Suprapto dalam Kuntowijoyo (2012) terdapat 2 jenis sikap toleran yang pernah ditawarkan untuk diterapkan di Indonesia yaitu Sikap toleran yang disebut pertama adalah sikap toleransi semu dan penuh dengan kepura-puraan. Toleransi jenis pertama ini menganjurkan seseorang untuk tidak menonjolkan agamanya di hada­pan orang yang beragama lain. Jika Anda Kristen, maka jangan menon­jol-nonjolkan ke-Kristenan Anda di hadapan orang Muslim, demikian pula sebaliknya.  Sementara toleransi yang tersebut kedua adalah toleransi yang sesungguhnya, yang mengajak setiap umat beragama untuk jujur mengakui dan mengekspresikan keberagamaannya tanpa ditutup-tutupi. Dengan demikian identitas masing-masing umat beragama tidak tereliminasi, bahkan masing-masing agama dengan bebas dapat mengembangkannya.

Sebuah survey mutaakhir yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta terhadap Sikap Komunitas Pendidikkan Islam dan Toleransi dan Pluralisme memperlihatkan beberapa gambaran yang cukup mengkhawatirkan. Survey yang dilakukan di awal tahun 2006 ini secara umum menunjukkan bahwa komunitas pendidikkan Islam Indonesia memperlihatkan sikap kurang bahkan tidak toleran. Hal ini bisa dilihat dari besarnya responden (85,7%) yang tidak setuju anggota keluarganya menikah dengan non-muslim, anggota keluarga boleh menikah dengan non muslim, asal masuk Islam lebih dulu (88%). Sementara terhadap  pertanyaan; dibanding umat lain, umat Islam adalah sebaik-baik umat  sebanyak 92,5% karenanya non-Islam harus masuk agama Islam (58,7%). Tidak boleh mengucapkan salam “assalamualaikum” dan selamat hari natal (“selamat natal”) kepada non-Muslim (73,5%) dan setiap Muslim berkewajiban mendakwahkan agamanya kepada orang-orang non muslim (73%). Adanya fakta seperti ini tentu merupakan sesuatu sangat memprihatinkan karena hal ini terjadi di komunitas pendidikkan agama Islam. Artinya jika komunitas pendidikkan saja -sebagai bagian dari transmisi ajaran Islam- menunjukkan sikap demikian, maka bisa dibayangkan bagaimana dengan komunitas awam (suprapto, 2010)

Penjelasan diatas menunjukkan jika sebagian besar agama menuntut kita untuk menunjukkan keberagamaan kita tanpa menutup-nutupinya serta menaatis segala perintah dan larangn yang telah ditentukan oleh agama. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti menunjukkan jika pada dasarnya setiap umat beragama tidak mengajarkan adanya hidup toleran, contoh kecil misalnya, dimana hampir sebagian besar masyarakat menolak adanya penyatuan keluarga yang berbeda agama melalui ikatan pernikahan. Pernikahanpun dimasing-masing agama tidak membenarkan terdapat dualisme iman dalam terciptanya sebuah keluarga. Agama islam misalnya yang tidak membenarkan kita untuk saling memberikan ucapan selamat kepada Non-Muslim pada hari-hari besar mereka. Sejatinya setiap agama tidak membenarkan kita untuk hidup berdampingan dengan memaknai agama lain sebagai salah satu agama yang penting.


Untuk turut melestraikan pluralitas maka kita dituntut untut mampu bersikap plural pula, dimana eksistensi, penghormatan, pengakuan, dan marginalitas dihapuskan. Sikap-sikap seperti inilah yang sulit untuk diterapkan dinegara kita, sebab indonesia merupakan negara yang kental dengan agama. Melihat kondisi-kondisi seperti ini timbul berbagai pertanyaa, bagaimana negara ini dapat menerapkan pluralisme, bagaimana PBB berfungsi secara holistik???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar