Rabu, 30 Mei 2012

TANGGUNG JAWAB BERLEMBAGA

“TANGGUNG JAWAB BERLEMBAGA”
Mudrikah
Lembaga Penelitian Mahasiswa Penalaran
Universitas Negeri Makassar

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Dalam hal ini tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga berarti aksi atau berbuat sebagai bentuk perwujudan kesadaran akan arti sebuah kewajiban.
Lembaga dalam arti statis dapat dikatakan sebagai sebuah wadah kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu sedangkan arti dinamis sebuah lembaga merupakan sebuah sistem sekelompok orang yang merumuskan sebuah keinginan dan tujuan yang sama.
Tanggung jawab dalam berlembaga adalah bentuk perwujudan yang dilakukan oleh sesorang untuk memajukan sebuah lembaga agar dapat memenuhi tujuan yang ingin diraih bersama. Kemajuan sebuah lembaga sangat bergantung pada seberapa besar rasa bertanggung jawab tiap anggota yang trehimpun dibawah lembaga tersebut untuk menjalankan lembaga sesuai dengan konstitusi yang telah disusun. Tanggung jawab terhadap sebuah lembaga merupakan harga mati yang harus dibayar untuk memajukan sebuah lembaga, lembaga tidak tidak dapat berjalan tanpa adanya orang-orang yang sadar dan peduli terhadap program yang harus dijalankan untuk menjaga eksistensi sebuah lembaga.
Lembaga yang maju tidak terlepas dari para pejuang yang tetap berada pada jalur kelembagaan yang terus berkiprah untuk kemajuan lembaga tersebut.
Putih Diatas Hitam
Putih diatas hitam, seperti inilah gambaran umum lembaga yang ada dimana lembaga tersebut dilingkupi oleh berbagai macam problematika yang sangat kelam, putih yang tertoreh diatasnya merupakan penyelamatan yang dilakukan oleh beberapa orang yang merasa bertanggung jawab terhadap sebuah lembaga. Hal inilah yang memberikan sedikit warna dalam gelapnya dinamika berlembaga.
Terdapat beberapa penyakit yang telah akut diderita oleh lembaga yang pertama adalh perumusan atau job descripsion yang tidak dirumuskan secara rinci sehingga terdapat kerumpangan dalam pembagiannya. Hal yang paling lumrah terjadi dalam lembaga adalah kerja-kerja yang tidak terdistribusi secara merata, sehingga terjadi kesetimbangan ketidak seimbang disetiap civitas lembaga.
Dinamika berlembagapun sering diwarnai dengan adanya perasaan-perasaan yang menunjukkan kecemburuan akibat sebuah popularitas seseorang, prestasi yang didapatkan oleh orang lain dan skill yang belum memadai untuk membantu untuk menahkodai sebuah lembaga, hal seperti ini dapat menimbulkan sebuah perpecahan dalam lembaga sehingga lembaga berdiri diatas lembaran hitam.
Anggota yang menjamur dengan jumlah yang tidak terkontrol dapat menurunkan kualitas kerja sebuah lembaga, kuantitas yang dalam sebuah lembaga tidak dapat memberikan jaminan mutu pelaksanaan program lembaga. Keberadaan anggota yang banyak justru terkadang menjadi boomerang sendri untuk ketua bidang, hal ini dapat memicu pembagian kerja yang tidak merata dan sulitnya engontrol kinerja anggota tersebut. Seperti inilah problematika yang terus menghantui civitas lembaga tersebut.

Idealitas VS Realitas
Kondisi idealitas sebuah lembaga senantiasa didasarkan prisnsip-prinsip lembaga, menurut Max Weber terdapat 5 hal yang perlu diperhatikan dalam menajlankan sebuah lembaga, yang pertama adalah skill sebagai acuan dasar dalam pemabagian kerja-kerja kelembagaan, tugas-tugas yang diberikan kepada seseorang harus sesuai dengan skill yang dimilikinya sehingga tugas tersebut dapat dilaksanakan (merit skill), yang kedua adalah kesesuaian tugas dan kebijakan dengan prosedur dan peraturan, kegiatan yang diprogramkan sebaiknya berbasis skill, dan yang terpenting adalah tanggung jawab tugas. Tugas-tugas yang diberikan harus didasarkan pada tanggung jawab masing-masing anggota yang diberikan amanah untuk menjalankn tugas tersebut hal ini tidak terlepas dari kesadaran akan tangging jawab berlembaga.
Kondisi idealitas yang dirumuskan dalam sebuah lembaga terkadang sangat tidak realistis sehingga banyak program yang tidak dapat dijalankan serta aturan banyak yang dilanggar, sehingga terkadang orang lain berasumsi jika banyak diantara anggota lembaga tersebut yang tidak bertanggung jawab padahal permasalahan bersumber pada kondisi idealitas yang jauh dari kondisi realitas sebuah lembaga. Realitas dan idealitas sebuah lembaga sangat berbeda jauh, ketika kondisi idealitas yang telah dirumuskan dengan baik ternyata kondisi realitas menjawab lain. Hal ini bisa saja disebabkan adanya beberapa kendala yang tidak diperhitungkan dalam perumusan kosntitusi.
Tanggung jawab dalam berlembaga tidak hanya sebatas bagaimana sesorang menjalankan sebuah tugas tapi juga efektifitas pekerjaan tersebut yang perlu dipertimbangkan dan dikonsepkan dengan matang-matang sehingga ketika kondisi realitas tidak merespon baik konsep tersebut maka akan ada kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat dijalankan, serta  pembatasan sebuah kerja sangat penting untuk memaksimalkan pelaksanaan program tersebut.
Sentralisasi pekerjaan dalam sebuah lembaga merupakan salah satu prinsip utama yang perlu diperhatikan baik-baik, dimana sentralisasi ranah kerja sebuah lembaga dapat meningkatkan kebertanggungjawaban anggota dalam melaksanakn pekerjaan dalam lembaga tersebut. Sentralisasi sebuah pekerjaan biasanya dibebankan kepada ketua bidang dan ketua pastinya, pemusatan ranah kerja dapat memimimalisir adanya kegiatan-kegiatan diluar program yang ditentukan dimana kegiatan tersebut bisa saja menghambat pelaksanaan program utama yang lain. Pemusatan kerja yang dibebankan kepada anggota dapat meningkatkan fokus kerja seseorang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar